headline photo
Tampilkan postingan dengan label Shalat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Shalat. Tampilkan semua postingan

Keutamaan Shalat di Masjid Mekah dan Madinah

Kitab Shalat di Masjid Mekkah dan Madinah
Keutamaan Shalat di Masjid Mekah dan Madinah
613. Abu Hurairah رضي الله عنه mengatakan bahwa Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda, "Tidak boleh dilakukan perjalanan (untuk mencari berkah) kecuali ke tiga masjid yaitu Masjidil-Haram (di Mekah), Masjid Nabawi (di Madinah), dan Masjidil-Aqsha (di Palestina)."
614. Abu Hurairah رضي الله عنه mengatakan bahwa Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda, "Shalat di masjidku ini lebih baik daripada seribu shalat di masjid lain kecuali Masjidil Haram."


Sumber: Ringkasan Shahih Bukhari - M. Nashiruddin Al-Albani - Gema Insani Press (HaditsWeb)

Shalat Tarawih

Keutamaan Orang yang Mendirikan Shalat Sunnah pada Bulan Ramadhan


985. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang mendirikan (shalat malam) Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosanya yang telah lampau."


Ibnu Syihab berkata, "Kemudian Rasulullah wafat sedangkan hal itu (shalat tarawih itu) tetap seperti itu. Selanjutnya, hal itu pun tetap begitu pada masa pemerintahan Abu Bakar dan pada masa permulaan pemerintahan Umar."[1]


986. Abdurrahman bin Abd al-Qariy[2] berkata, "Saya keluar bersama Umar ibnul Khaththab pada suatu malam dalam bulan Ramadhan sampai tiba di masjid. Tiba-tiba orang-orang berkelompok-kelompok terpisah-pisah. Setiap orang shalat untuk dirinya sendiri. Ada orang yang mengerjakan shalat, kemudian diikuti oleh sekelompok orang. Maka, Umar berkata, 'Sesungguhnya aku mempunyai ide. Seandainya orang-orang itu aku kumpulkan menjadi satu dan mengikuti seorang imam yang pandai membaca Al-Qur'an, tentu lebih utama.' Setelah Umar mempunyai azam (tekad) demikian, lalu dia mengumpulkan orang menjadi satu untuk berimam kepada Ubay bin Ka'ab.[3] Kemudian pada malam yang lain aku keluar bersama Umar, dan orang-orang melakukan shalat dengan imam yang ahli membaca Al-Qur'an. Umar berkata, 'Ini adalah sebagus-bagus bid'ah (barang baru). Orang yang tidur dulu dan meninggalkan shalat pada permulaan malam (untuk melakukannya pada akhir malam) adalah lebih utama daripada orang yang mendirikannya (pada awal malam).' Yang dimaksudkan olehnya ialah pada akhir malam. Adapun orang-orang itu mendirikannya pada permulaan malam."



--------------------------------------------------------------------------------

Catatan Kaki:



[1] Perkataan Ibnu Syihab pada bagian ini adalah mursal. Tetapi, bagian pertamanya diriwayatkan secara maushul, dan sudah disebutkan pada bagian akhir hadits Aisyah dalam hadits nomor 398.


[2] Abd dengan harkat tanwin pada huruf dal. Dan, al-Qariy dengan memberi tasydid pada huruf ya', adalah nisbat kepada Qarah bin Daisy, pegawai Sayyidina Umar yang mengurusi baitul mal kaum muslimin.


[3] Diperintahkannya Ubay mengimami orang banyak dengan sebelas rakaat sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Malik dengan sanad yang sahih, seperti yang telah saya tahqiq di dalam kitab saya Shalat at-Tarawih (halaman 5254). Saya tegaskan di sana bahwa semua riwayat dari Umar yang bertentangan dengan riwayat ini adalah tidak sah isnadnya. Demikian juga yang diriwayatkan dari Ali dan Ibnu Mas'ud, semuanya lemah, tidak sah, sebagaimana dapat Anda lihat penjelasannya di sana.


Sumber: Ringkasan Shahih Bukhari - M. Nashiruddin Al-Albani - Gema Insani Press

Sujud Sahwi

Bab Ke-1:Sujud Sahwi Apabila Berdiri dari Rakaat Kedua Shalat Fardhu (Tanpa Duduk Tasyahud Awal)


(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abdullah bin Buhainah yang tercantum pada nomor 449 di muka.")




Ke-2: Apabila Melakukan Shalat Lima Rakaat


(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Mas'ud yang tercantum pada nomor 224 di muka.")




Bab Ke-3: Jika Bersalam Setelah Mendapat Dua Rakaat atau Tiga Rakaat, lalu Sujud (Sahwi) Dua Kali Seperti Sujudnya Shalat atau Lebih Lama dari Itu


(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Abu Hurairah yang tertera pada nomor 268.")



626. Sa'ad (bin Ibrahim) berkata, "Aku melihat Urwah ibnuz Zubair shalat magrib dua rakaat, lalu salam dan berbicara. Kemudian shalat untuk memenuhi yang tertinggal, dan bersujud dua kali. Ia, berkata, 'Demikianlah apa yang pernah dikerjakan oleh Nabi.'"[1]




Bab Ke-4: Orang yang Tidak Bertasyahud dalam Dua Sujud Sahwi


Anas dan Aa-Hasan mengucapkan salam dan tidak membaca tasyahud (dalam sujud sahwi).[2] Qatadah berkata, "Tidak perlu membaca tasyahud (dalam sujud sahwi)."[3]


(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Hurairah yang diisyaratkan di muka.')


627. Dari Salamah bin 'Alqamah, ia berkata, "Aku bertanya kepada Muhammad (bin Sirin), apakah dalam sujud sahwi itu membaca tasyahud?" Muhammad menjawab, "Hal itu tidak terdapat dalam hadits Abu Hurairah."[4]




Bab Ke-5: Orang yang Bertakbir dalam Kedua Sujud Sahwi




Bab Ke-6: Apabila Tidak Ingat Berapa Rakaat yang Sudah Dikerjakan dalam Shalat, Hendaklah Bersujud Dua Kali Sambil Duduk


(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Hurairah yang tercantum pada nomor 327.")




Bab Ke-7: Kelupaan dalam Shalat Fardhu dan Shalat Sunnah


Ibnu Abbas r.a. bersujud dua kali sesudah melakukan witir.[5]


(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Abu Hurairah yang diisyaratkan tadi.")




Bab Ke-8: Jika Orang yang Sedang Shalat Diajak Bicara Lalu Ia Memberi Isyarat dan Mendengarkan Pembicaraannya


628. Kuraib mengatakan bahwa Ibnu Abbas, Miswar bin Makhramah, dan Abdurrahman bin Azhar mengirimnya supaya pergi ke tempat Aisyah. Mereka berkata, "Sampaikanlah salam kami kepadanya dan tanyakanlah kepadanya perihal dua rakaat sesudah shalat ashar. Katakanlah kepadanya bahwa kami semua telah diberi tahu oleh seseorang bahwa engkau (Aisyah) juga mengerjakan shalat sunnah dua rakaat sesudah ashar itu. Padahal, engkau telah mendapatkan berita dari Nabi bahwa beliau melarang melakukan shalat sunnah itu." Ibnu Abbas berkata, "Aku pernah memukul orang yang bersama dengan Umar ibnul Khaththab karena mengerjakan shalat sunnah dua rakaat sesudah mengerjakan shalat ashar itu." Kemudian Kuraib berkata, "Lalu aku memasuki tempat Aisyah. Aku menyampaikan apa yang diperintahkan oleh ketiga orang itu." Maka, Aisyah berkata, "Bertanyalah kepada Ummu Salamah." Kemudian Kuraib keluar dari tempat Aisyah dan menuju kepada tiga orang yang mengutusnya tadi. Lalu, ia memberitahukan kepada mereka apa yang dikatakan Aisyah itu. Kemudian mereka menyuruhnya kembali kepada Ummu Salamah dengan maksud sebagaimana ketika mereka menyuruhnya ke tempat Aisyah. Ummu Salamah berkata, "Aku mendengar Nabi melarang shalat sesudah ashar. Kemudian aku melihat beliau melakukan shalat itu setelah beliau selesai melakukan shalat ashar. Kemudian beliau masuk dan di tempat aku ada beberapa wanita Anshar, lalu aku mengutus seorang wanita (dan dalam satu riwayat: pembantu laki-laki 5/117) kepada beliau. Aku katakan kepadanya, 'Berdirilah di samping beliau, katakan olehmu kepada beliau, 'Ummu Salamah bertanya kepada engkau, "Wahai Rasulullah, aku mendengar engkau melarang shalat dua rakaat sesudah shalat ashar ini, tetapi engkau melakukannya?" Jika beliau mengisyaratkan dengan tangan supaya engkau mundur, maka mundurlah dari beliau.' Lalu anak wanita itu melakukannya. Nabi mengisyaratkan dengan tangan, kemudian aku mundur dari beliau. Ketika beliau berpaling, beliau bersabda, 'Wahai putri Abu Umayyah, engkau menanyakan tentang dua rakaat sesudah shalat ashar. Sesungguhnya orang-orang dari Abdul Qais datang kepadaku (menyampaikan keislaman kaumnya), lalu mereka menyibukkan aku (sehingga aku ketinggalan) dari dua rakaat sesudah zuhur. Maka, kedua rakaat yang kukerjakan setelah shalat Ashar itulah sebagai gantinya.'"




Bab Ke-9: Memberi Isyarat dalam Shalat


Kuraib berkata dari Ummu Salamah dari Nabi saw.[6]



--------------------------------------------------------------------------------

Catatan Kaki:



[1] Urwah bin Zubair ini seorang Tabi'in yang tidak mendapati zaman Nabi saw. Oleh karena itu, hadits ini mursal, dan Imam Bukhari meriwayatkannya sebagaimana yang terjadi pada akhir hadits yang diisyaratkan tadi dari jalan Abu Salamah dari Abu Hurairah secara maushul. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, "Riwayat mursal Urwah ini untuk menguatkan jalan periwayatan Abu Salamah yang maushul, dan boleh jadi Urwah meriwayatkannya dari Abu Hurairah."


[2] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dan lainnya dari jalan Qatadah dari Anas dan al-Hasan.


[3] Al-Hafizh berkata, "Demikianlah yang aku jumpai dalam buku asal dari al-Bukhar. Tetapi, hal ini perlu mendapat perhatian, karena Abdur Razzaq meriwayatkannya dari Ma'mar, dari Qatadah, katanya, 'Bertasyahud pada dua sujud sahwi dan mengucapkan salam.' Maka, kemungkinan lafal 'tidak' di dalam bab ini sebagai tambahan, atau Qatadah mempunyai pendapat yang berbeda dalam masalah ini.'"


[4] Tidak terdapat dari lainnya melalui jalan yang dapat dijadikan hujah. Hadits Ibnu Mas'ud adalah mungkar sebagaimana sudah aku tahqiq di dalam Dha'if Abi Dawud nomor 186. Demikian juga dengan hadits Imran sebagaimana dapat Anda lihat di sana (193).


[5] Al-Hafizh berkata, "Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan isnad yang sahih dari Abul Aliyah. Ia berkata, 'Aku melihat Ibnu Abbas bersujud dua kali sesudah shalat witir.' Ia mengaitkan riwayat ini dengan judul bab di mana Ibnu Abbas berpendapat bahwa shalat witir itu tidak wajib, tetapi dalam hal itu ia melakukan sujud sahwi (ketika ada yang terlupakan)." Aku (al-Albani) mengatakan, "Riwayat ini tidak aku dapati di dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah sebagaimana dugaan al-Hafizh, dan tidak ada penegasan tentang pengaitannya dengan bab ini. Karena, dua kali sujud sesudah witir itu boleh jadi sebagai kiasan mengenai shalat dua rakaat yang secara sah diriwayatkan dari Nabi sesudah witir sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat Muslim dan lainnya. Maka, Ibnu Abbas dalam hal ini mengikuti Nabi. Karena itulah, Ibnu Abi Syaibah tidak memasukkannya di dalam bab 'Seseorang Terlupa dalam Shalat Sunnah, Apakah yang Harus Diperbuat?' Namun, dia juga membawakan dalam bab ini (2/29) dengan sanad sahih dari Sa'id ibnul-Musayyab, katanya, "Dua sujud sahwi dalam shalat sunnah itu seperti dua sujud sahwi dalam shalat wajib." Ibnu Abi Syaibah dan Abdur Razzaq (2/326-327) juga meriwayatkan dari beberapa orang tabi'in bahwa mereka berpendapat tidak perlu sujud sahwi bagi orang yang terlupa dalam shalat sunnah. Akan tetapi, pendapat Sa'ad dan lainnya yang mengharuskan sujud sahwi lebih tepat, karena sesuai dengan keumuman beberapa hadits seperti sabda Nabi, 'Li kulli sahwin sajdataani ba'da maa sallama' 'tiap-tiap kelupaan terdapat dua sujud sahwi sesudah salam', diriwayatkan oleh Abdur Razzaq (3533) dan lainnya, dan hadits ini telah aku takhrij dalam Shahih Abu Dawud (954) dan Irwaa-ul Ghalil (338).


[6] Di-maushul-kan oleh penyusun (Imam Bukhari) dalam hadits sebelumnya.


Sumber: Ringkasan Shahih Bukhari - M. Nashiruddin Al-Albani - Gema Insani Press

Amalan dalam Shalat

Bab Ke-1: Meminta Pertolongan Tangannya Sendiri dalam Shalat Jika Yang Dikerjakan Itu Termasuk Urusan Shalat


Ibnu Abbas r.a. berkata, "Seseorang boleh saja di dalam shalatnya meminta pertolongan (mempergunakan) salah satu anggota tubuhnya sesuai apa yang dikehendakinya."[1]


Abu Ishak meletakkan tutup kepala di atas kepalanya ketika melakukan shalat dan juga melepaskannya.


Ali meletakkan telapak tangan yang kanan di atas pergelangan tangannya yang kiri kecuali jika ia hendak menggaruk kulit tubuhnya atau membetulkan pakaiannya.[2]


(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ibnu Abbas yang tercantum pada nomor 93.")




Bab Ke-2: Perkataan yang Dilarang dalam Shalat


618. Abdullah (bin Mas'ud) r.a. berkata, "Kami pernah memberi salam kepada Nabi ketika beliau sedang shalat, lalu beliau menjawab.[3] Ketika kami pulang dari negeri Raja Najasyi, kami mengucapkan salam kepada beliau (yang sedang shalat), tetapi beliau tidak menjawab. Maka, kami bertanya, 'Wahai Rasulullah, dulu kami memberi salam kepadamu dan engkau menjawabnya?' (Tapi sekarang kok tidak? 4/245). Beliau menjawab, 'Sesungguhnya di dalam shalat itu ada kesibukan.' (Maka aku bertanya kepada Ibrahim, "Bagaimana yang Anda lakukan?" Dia menjawab, 'Aku menjawab dalam hati.')."




Bab Ke-3: Diperbolehkan Mengucapkan Tasbih dan Tahmid dalam Shalat untuk Kaum Lelaki


(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Sahl bin Sa'ad yang tercantum pada nomor 276 di muka.")




Bab Ke-4: Orang yang Menyebut Nama Kaum dan Memberi Salam dalam Shalat Kepada Orang lain dengan Berhadap-hadapan, Padahal Orang yang Diberi Salam Itu Tidak Mengetahui


(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abdullah bin Mas'ud yang tercantum pada nomor 450 di muka.")




Bab Ke-5: Bertepuk Tangan untuk Kaum Wanita


619. Zaid bin Arqam berkata, "Salah seorang di antara kami biasa bercakap-cakap dengan temannya di dalam shalat sampai turun ayat, 'Peliharalah segala shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu.' Lalu kami diperintahkan diam."


620. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Mengucapkan tasbih untuk kaum lelaki, sedang bertepuk tangan untuk kaum wanita."




Bab Ke-6: Orang yang Mundur Ke Belakang dalam Shalatnya atau Maju karena Ada Perkara yang Baru Datang Padanya


Hal ini diriwayatkan oleh Sahl bin Sa'ad dari Nabi saw.[4]




Bab Ke-7: Apabila Ibu Memanggil Anaknya dalam Shalat


Abu Hurairah r.a berkata, "Rasulullah menceritakan bahwa seorang ibu memanggil anaknya yang sedang shalat di tempat peribadatannya. Ibu itu berkata, 'Hai Juraij!' Lalu Juraij berkata (dalam hati), 'Ya Allah, ibuku (memanggilku), dan aku (sedang menunaikan) shalatku. Apakah yang harus aku perbuat?' Ibu itu memanggil lagi, 'Wahai Juraij!' Juraij berkata, 'Ibuku atau shalatku?' Ibunya memanggil lagi, 'Wahai Juraij!' Juraij berkata, 'Ya Allah, ibuku atau shalatku?' Ibu itu berkata, 'Ya Allah, semoga Juraij tidak mati sebelum ia melihat muka wanita pelacur terlebih dahulu.' Pada suatu ketika datang seorang wanita pelacur ke tempat peribadatannya, lalu ia melahirkan. Ketika ditanya, 'Anak siapa itu?' Wanita itu menjawab, 'Anak si Juraij, dan dia keluar dari tempat peribadatannya.' Juraij berkata, 'Mana wanita yang mengatakan anaknya adalah dariku? Juraij berkata, 'Wahai si kecil! Siapakah bapakmu?' Ia menjawab, 'Seorang penggembala kambing.'"




Bab Ke-8: Mengusap Batu-Batu Kecil dalam Shalat


621. Mu'aiqib mengatakan bahwa Nabi saw bersabda tentang seorang laki-laki yang meratakan debu di kala sujud, "Jika kamu melakukan, maka sekali saja."




Bab Ke-9: Membeberkan Kain/Pakaian dalam Shalat untuk Digunakan Sujud


(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits yang tertera pada nomor 216 di muka.")




Bab Ke- 10: Apa yang Boleh Dilakukan di Dalam Shalat


622. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi saw. shalat dan setelah selesai beliau bersabda, "Sesungguhnya tadi ada setan yang menampakkan dirinya kepadaku (dan dalam satu riwayat: sesungguhnya Ifrit dari golongan jin menampakkan diri kepadaku tadi malam) dengan maksud supaya aku mengurungkan shalatku. Tetapi, aku dikaruniai kemampuan oleh Allah lalu mencekiknya. Sebenarnya aku ingin mengikat setan itu, supaya paginya kamu semua dapat melihatnya. Tetapi, kemudian aku teringat kepada ucapan (dalam satu riwayat: doa saudaraku) Nabi Sulaiman, 'Ya Tuhan, berikanlah kepadaku suatu kerajaan yang tidak Engkau berikan kepada seseorang sesudahku nanti.' Karena itu, Allah lantas mengusir setan (jin) itu dalam keadaan hina dina."


An-Nadhr bin Syumail berkata, "Lafal fadza'attuhu dengan huruf dzal, berarti aku mencekiknya; dan fada'attuhu dari firman Allah, 'Yauma yuda'uuna' yakni yudfa'uuna' 'ditolak'. Tetapi yang benar ialah fada'attuhu hanya saja diberi tasydid pada 'ain dan ta'. Dan ifrit artinya yang selalu durhaka, baik dari golongan manusia maupun jin, seperti lafal zibniyyah, kelompok Zabaniyah."




Bab Ke-11: Apabila Binatang Lepas dan Yang Mempunyai Masih Mengerjakan Shalat


Qatadah berkata, "Jika pakaian seseorang dicuri, ia boleh mengejar pencurinya, dan meninggalkan shalat."[5]


623. Al-Arzaq bin Qais berkata, "Pada suatu ketika kami berada di Ahwaz untuk memerangi kaum Khawarij. Pada suatu saat sewaktu kami berada di tempat dekat sungai (yang deras airnya), tiba-tiba ada seorang laki-laki yang sedang mengerjakan shalat dan di saat itu pula kendali binatang kendaraannya ada di tangannya. Binatang itu menariknya dan ia pun mengikutinya. (Dan dalam satu riwayat: lalu ia mengerjakan shalat, dan melepaskan kudanya, kemudian kuda itu lari. Lantas ia meninggalkan shalatnya dan mengejarnya hingga dapat menangkapnya, kemudian ia tunaikan shalatnya)." Syu'bah berkata, "Dia adalah Abu Barzah al-Aslami." Kemudian ada seseorang dari golongan kaum Khawarij berkata, "Ya Allah, berbuatlah sesuatu terhadap orang tua ini (Abu Barzah)." (Dan dalam satu riwayat: "Dan di kalangan kami terdapat seseorang yang mengemukakan pikirannya seraya berkata, 'Lihatlah orang tua ini, dia meninggalkan shalatnya hanya karena seekor kuda!) Sesudah orang tua itu shalat, ia berkata, 'Sesungguhnya aku telah mendengar apa yang kamu katakan tadi, (dan dalam satu riwayat: tidak ada seorang pun yang pernah berlaku kasar kepadaku sejak aku berpisah dari Rasulullah.), dan aku pernah berperang bersama Nabi enam kali, tujuh kali, atau delapan kali. Aku menyaksikan beliau memberikan kemudahan. Sesungguhnya aku lebih senang untuk mengikuti hewanku daripada meninggalkannya lalu hewan itu kembali ke tempat yang disukainya, hingga menyulitkanku.' (Dan dia berkata, "Sesungguhnya rumahku jauh, seandainya aku shalat dan aku tinggalkan, maka aku tidak datang kepada keluargaku hingga malam hari.")




Bab Ke-12: Diperbolehkan Meludah dan Meniup dalam Shalat


Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr, "Nabi meniup tanah di dalam sujudnya pada waktu shalat kusuf."[6]




Bab Ke- 13: Orang yang Bertepuk Tangan di Dalam Shalat karena Tidak Mengerti, Maka Shalatnya Tidak Batal


Dalam hal ini terdapat hadits Sahl bin Sa'ad dari Nabi saw.[7]




Bab Ke-14: Apabila kepada Orang yang Shalat Dikatakan, "Majulah" atau "Nantikanlah" Lalu Ia Menantikan, Maka Shalatnya Tidak Batal[8]


(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Sahl bin Sa'ad yang tersebut pada nomor 203 di muka.")





Bab Ke-15: Tidak Boleh Menjawab Salam dalam Shalat


624. Jabir bin Abdullah r.a. berkata, "Rasulullah mengutusku dalam suatu keperluan. Aku berangkat, kemudian pulang,, dan aku telah menunaikannya. Aku datang kepada Nabi, lalu aku memberi salam kepada beliau, namun beliau tidak menjawab.[9] Lalu timbullah sesuatu dalam hatiku yang Allah lebih mengetahui daripadaku. Aku berkata dalam hati, 'Barangkali Rasulullah mendapatkan aku (marah kepadaku karena) terlambat. Kemudian aku memberi salam kepada beliau, namun beliau tidak menjawab. Maka, timbullah di dalam hatiku sesuatu yang lebih keras daripada yang pertama. Kemudian aku memberi salam kepada beliau, lalu beliau menjawab seraya bersabda, 'Yang menghalangiku menjawab atas salammu tadi adalah karena aku sedang shalat.' Beliau di atas kendaraan dengan menghadap arah bukan kiblat."




Bab Ke-16: Mengangkat Tangan di Dalam Shalat karena Ada Suatu Perkara yang Sedang Dihadapi


(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Sahl yang tercantum pada nomor 376 di muka.")




Bab Ke-17: Meletakkan Tangan di Pinggang (Berkacak Pinggang) dalam Shalat


625. Abu Hurairah r.a. berkata, "Seseorang dilarang meletakkan tangan dipinggang (berkacak pinggang) dalam shalat."


Juga pada riwayat lain secara mu'allaq 'tanpa disebutkan sanadnya' dari Nabi saw. Dan, pada riwayat yang lain lagi dari Abu Hurairah, ia berkata, "Seseorang dilarang shalat dengan berkacak pinggang."[10]




Bab Ke-18: Seseorang yang Memikirkan Sesuatu dalam Shalat


Umar r.a. berkata, "Aku betul-betul pernah mempersiapkan pasukanku sedangkan ketika itu aku dalam shalat."[11]



--------------------------------------------------------------------------------

Catatan Kaki:



[1] Aku tidak mendapatkan orang yang me-maushul-kannya. Al-Hafizh juga tidak menyebut-nyebutnya.


[2] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah sebagaimana dijelaskan dalam al-Fath, juga oleh al-Baihaqi di dalam Sunan-nya (2/29-30), dan dia berkata, "Isnadnya hasan."


[3] Yakni menjawab salam dengan ucapan juga. Karena, kalau tidak begitu, maka sesungguhnya terdapat riwayat yang sah yang menerangkan bahwa Nabi menjawab salam dengan isyarat kepalanya dalam kisah ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh as-Sirah di dalam Musnad-nya (4/77/2-78/1) dengan sanad yang bagus. Juga di dalam kitab lain sebagaimana yang terdapat di dalam catatan kaki mengenai hadits Jabir "15-BAB - LAA YARUDDUS SALAM FISH-SHALAT".


[4] Imam Bukhari menunjuk kepada hadits Sahl yang tercantum pada nomor 376 di muka, tetapi boleh jadi sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh bahwa yang dimaksud adalah hadits Sahl yang lain yang tercantum pada nomor 490. Tidak tertutup kemungkinan bahwa yang beliau maksudkan adalah kedua hadits itu, karena keduanya sesuai dengan judul bab.


[5] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq di dalam Mushannaf-nya (2/262/3291) dengan sanad sahih dari Qatadah.


[6] Di-maushul-kan oleh Ahmad, Nasa'i, dan lain-lainnya, dan hadits ini sudah ditakhrij di dalam risalahku mengenai shalat kusuf, dan diriwayatkan oleh Ibnu Hibban di dalam Shahih-nya nomor 594-596.


[7] Yaitu yang tertera pada nomor 376.


[8] As-Sindi berkata, "Maksud penyusun (Imam Bukhari) bahwa orang yang sedang shalat menjaga keadaan orang lain, atau mematuhi sebagian perintahnya, tidaklah membatalkan shalat." Aku berkata, "Berbeda dengan pendapat golongan Hanafiyah, dan hadits-hadits yang menyangkal pendapat mereka banyak sekali, di antaranya adalah hadits yang disebutkan sebelum bab ini."


[9] Yakni tidak menjawab dengan perkataan, melainkan dengan isyarat, karena di dalam Shahih Muslim (2/71) disebutkan, "Lalu beliau berisyarat kepadaku." Dan dalam riwayat lain, "Lalu beliau berbuat kepadaku dengan tangannya." Al-Hafizh berkata, "Jabir tidak mengerti bahwa maksud isyarat Nabi itu adalah jawaban kepadanya. Karena itu, ia berkata, 'Maka, timbullah sesuatu dalam hatiku yang Allah lebih mengetahui daripadaku', yakni kesedihan." Lihat catatan kaki tidak jauh sebelum ini.


[10] Di-maushul-kan oleh Muslim, Abu Dawud, dan lain-lainnya. Hadits ini sudah ditakhrij di dalam Shahih Abu Dawud (873), dan al-Hafizh menisbatkannya kepada penyusun (Imam Bukhari). Yang dimaksudkan olehnya ialah riwayat sesudahnya yang diriwayatkan dengan menggunakan fi'il mabni majhul 'kata kerja pasif' sebagaimana Anda lihat.


[11] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan isnad sahih dari Umar.


Sumber: Ringkasan Shahih Bukhari - M. Nashiruddin Al-Albani - Gema Insani Press

Tahajud

Bab Ke-1: Shalat Tahajud di Waktu Malam dan Firman Allah, "Dan pada sebagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai suatu tambahan ibadah bagimu."


582. Ibnu Abbas berkata, "Apabila Rasulullah bangun pada malam hari, beliau selalu bertahajud. Beliau berdoa:







'Allaahumma lakalhamdu anta qayyimus (dan dalam riwayat mu'allaq:[1] Qayyamu 8/184) samawaati wal ardhi wa man fiihinna, walakal hamdu, laka mulku (dan dalam satu riwayat: Anta rabbus) samaawaati wal ardhi wa man fiihinna, walakal hamdu, anta nuurus samaawaati wal ardhi wa man fiihinna, wa lakal hamdu, anta malikus samaawaati wal ardhi, wa lakal hamdu, antal haqqu, wawa'dukal haqqu, waliqaa uka haqqun, waqauluka haqqun, wal jannatu haqqun, wan naaru haqqun, wannabbiyuuna haqqun, wa muhammadun sallaahu 'alaihi wa sallama haqqun, wassa'atu haqqun. Allaahumma laka aslamtu, wa bika aamantu, wa'alaika tawakkaltu, wa ilaika anabtu, wabika khaashamtu, wa ilaika haakamtu, faghfir lii maa qaddamtu wamaa akhrartu, wamaa asrartu wamaa a'lantu, [wamaa anta a'lamu bihii minnii], antal muqaddimu wa antal muakhkhiru, (anta ilaahii 8/ 198), laa ilaaha illaa anta, au laa ilaaha (lii 8/167) ghairuka.'



'Ya Allah, bagi Mu segala puji, Engkau penegak langit, bumi dan apa yang ada padanya. Bagi-Mulah segala puji, kepunyaan Engkaulah kerajaan (dalam satu riwayat: Engkaulah Tuhan) langit, bumi, dan apa yang ada padanya. Bagi-Mulah segala puji, Engkaulah Pemberi cahaya langit dan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya. Bagi-Mulah segala puji, Engkaulah Penguasa langit dan bumi. Bagi-Mulah segala puji, Engkaulah Yang Maha Benar, janji-Mu itu benar, bertemu dengan-Mu adalah benar, firman-Mu adalah benar, surga itu benar, neraka itu benar, para nabi itu benar, Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam itu benar, kiamat itu benar. Ya Allah, hanya kepada-Mulah saya berserah diri, kepada-Mulah saya beriman, kepada-Mu saya bertawakal. Kepada-Mu saya kembali, kepada-Mu saya mengadu, dan kepada-Mu saya berhukum. Maka, ampunilah dosaku yang telah lampau dan yang kemudian, yang saya sembunyikan dan yang terang-terangan, dan yang lebih Engkau ketahui daripada saya. Engkaulah yang mendahulukan dan Engkaulah yang mengemudiankan. (Engkaulah Tuhanku 8/198), tidak ada tuhan melainkan Engkau, atau tiada tuhan (bagiku 8/167) selain Engkau'."


Mujahid[2] berkata, "Al-Qayyuum artinya yang mengurusi segala sesuatu." Umar[3] membaca "Al-Qayyaam", dan keduanya adalah benar.




Bab Ke-2: Keutamaan Melakukan Shalat Malam


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang tersebut pada '91 -AT-TA'BIR /25 - BAB'.")




Bab Ke-3: Panjangnya Sujud dalam Melakukan Shalat Malam


583. Aisyah berkata, "Rasulullah shalat (malam) sebelas (dan dalam satu riwayat: tiga belas 2/52) rakaat. Memang begitulah shalat beliau. Beliau sujud dalam shalat nya itu untuk satu kali sujud selama seseorang dari kamu membaca kira-kira lima puluh ayat sebelum beliau mengangkat kepalanya. Beliau biasa melakukan shalat (sesudah mendengar azan subuh) dua rakaat yang ringan dan (sebelum shalat subuh) sehingga aku bertanya-tanya, 'Apakah beliau membaca al-Faatihah?' (2/53). Kemudian beliau berbaring di lambungnya yang kanan, hingga datang orang memberitahukannya untuk shalat (subuh)."




Bab Ke-4: Meninggalkan Shalatullail untuk Orang Sakit


584. Jundub berkata, "Nabi sakit, maka beliau tidak mendirikan shalat satu malam atau dua malam."


585. Jundub bin Abdullah berkata, "Jibril tidak mendatangi Nabi, kemudian ada seorang wanita dari kaum Quraisy berkata, 'Setannya Muhammad terlambat datang kepada Muhammad (yakni agak lama tidak datang kepada beliau).' Kemudian turunlah ayat, 'Wadhdhuhaa wal-laili idzaa sajaa. Maa wadda'aka Rabbuka wamaa qalaa.'"





Bab Ke-5: Anjuran Nabi dengan Sangat untuk Mengerjakan Shalatullail dan Shalat-Shalat Sunnah lain, Tetapi Tidak Mewajibkannya


Nabi saw. mengetuk pintu Fatimah dan Ali pada suatu malam untuk shalat.[4]

586. Aisyah berkata, "Sesungguhnya Rasulullah meninggalkan amal padahal beliau senang untuk mengamalkannya, karena takut manusia mengamalkannya lalu difardhukan atas mereka. Saya tidak (pernah melihat Rasulullah 2/54) melakukan shalat sunnah seperti shalat sunnah dhuha, dan sesungguhnya saya mengerjakannya."[5]




Bab Ke-6: Berdirinya Nabi dalam Shalat Malam Sehingga Kedua Kakinya Bengkak


Aisyah berkata, "Nabi biasa melakukan shalat malam hingga bengkak kedua kaki beliau."[6]


587. Mughirah bin Syu'bah berkata, "Sesungguhnya Rasulullah bangun untuk shalat sehingga kedua telapak kaki atau kedua betis beliau bengkak. Lalu dikatakan kepada beliau, 'Allah mengampuni dosa-dosamu terdahulu dan yang kemudian, mengapa engkau masih shalat seperti itu?' Lalu, beliau menjawab, 'Apakah tidak sepantasnya bagiku menjadi hamba yang bersyukur?'"




Bab Ke-7: Orang yang Tidur di Waktu Sahar (Dini Hari Menjelang Subuh)


588. Masruq berkata, "Aku bertanya kepada Aisyah, 'Apakah amal yang paling disukai Nabi?' Ia menjawab, 'Amal yang dilakukan secara terus-menerus.' (Dalam satu riwayat: 'Amal yang paling disukai Rasulullah ialah yang dilakukan oleh pelakunya secara konstan/ajeg.' 7/181). Lalu aku bertanya lagi, 'Kapan beliau bangun?' Aisyah menjawab, 'Apabila telah mendengar kokok ayam.'" (Dalam satu riwayat: 'Apabila mendengar kokok ayam, beliau bangun lalu mengerjakan shalat)


589. Aisyah berkata, "Pada waktu sahar (dini hari menjelang subuh) aku tidak menjumpai beliau (Nabi) di tempatku kecuali dalam keadaan tidur."




Bab Ke-8: Orang yang Bangun pada Waktu Sahar Tetapi Tidak Tidur Sehingga Mengerjakan Shalat Subuh


(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas bin Malik yang tercantum pada nomor 322.")




Bab Ke-9: Lamanya Berdiri dalam Shalatullail


590. Abdullah (bin Mas'ud) r.a. berkata, "Aku shalat bersama Nabi pada suatu malam, maka beliau senantiasa berdiri sehingga aku bermaksud dengan buruk." Ditanyakan (kepada Abdullah), "Apakah yang Anda maksudkan?" Ia menjawab, "Aku bermaksud duduk dan membiarkan Nabi."




Bab Ke-10: Cara Shalat Nabi dan Berapa Rakaat Shalat Beliau pada Waktu Malam


591. Masruq berkata, "Aku bertanya kepada Aisyah tentang shalat malam Rasulullah.' Aisyah menjawab, 'Adakalanya tujuh, sembilan, dan ada kalanya sebelas rakaat, selain dua rakaat fajar.'"


592. Aisyah berkata, "Nabi biasa melakukan shalat malam tiga belas rakaat, termasuk witir dan shalat fajar dua rakaat."




Bab Ke-11: Shalat Malam Nabi, Tidurnya, serta Mengenai Apa yang Dihapuskan dari Shalat Malam Itu, dan Firman Allah, "Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (darinya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya kamu pada waktu siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak)." (al-Muzzammil: 1-7)


Firman Allah, 'Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu. Karena itu, bacalaah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur'an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah. Maka, bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur'an dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu, niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan paling besar pahalanya." (al-Muzzammil: 20)


Ibnu Abbas r.a. berkata, "Nasya'a berarti berdiri, menggunakan bahasa Habasyah.[7] Witha'an berarti merasa cocok dengan Al-Qur'an, lebih mengesankan pada pendengaran, pandangan, dan hati.[8] Dan, liyuwaathi'uu berarti mendapat kecocokan."[9]


593. Anas berkata, "Rasulullah tidak berpuasa dalam satu bulan sehingga aku menduga beliau tidak puasa pada bulan itu. Beliau berpuasa dalam bulan lain sehingga aku menduga bahwa beliau tidak berbuka sedikit pun darinya. Jika kamu ingin melihatnya shalat tengah malam, kamu akan dapat melihatnya. Dan, jika kamu ingin melihatnya tidur, kamu juga bisa melihatnya."




Bab Ke-12: Ikatan Setan pada Tengkuk (Leher) Jika Seseorang Tidak Shalat Malam


594. Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Setan mengikat tengkuk salah seorang di antara kamu pada waktu tidur dengan tiga ikatan. Pada setiap ikatan dikatakan, 'Bagimu malam yang panjang, maka tidurlah.' Apabila ia bangun dan ingat kepada Allah, maka lepaslah satu ikatan. Jika ia berwudhu, maka terlepaslah satu ikatan (lagi). Dan, jika ia mengerjakan shalat, maka terlepaslah seluruh ikatannya. Ia memasuki pagi hari dengan tangkas dan segar jiwanya. Jika tidak, maka ia masuk pagi dengan jiwa yang buruk dan malas."




Bab Ke-13: Jika Seseorang Tidur dan Tidak Shalat Malam, Maka Setan Telah Kencing di Telinganya


595. Abdullah berkata, "Disebutkan di sisi Nabi bahwa ada seorang laki-laki yang selalu tidur sampai pagi tanpa mengerjakan shalat (malam). Lalu beliau bersabda, 'Setan telah kencing di telinganya.'"




Bab Ke-14: Berdoa dan Shalat pada Akhir Malam


Allah berfirman, "Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun kepada Allah." (adz-Dzaariyaat: 17-18)


596. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, 'Tuhan kita Yang Mahasuci dan Mahatinggi turun ke langit dunia[10] setiap malam ketika tinggal sepertiga malam yang akhir dengan berfirman, 'Siapakah yang mau berdoa kepada-Ku lalu Aku kabulkan? Siapakah yang mau meminta kepada-Ku lalu Aku kabulkan? Siapa yang mau meminta ampun kepada-Ku lalu Aku ampuni?'"





Bab Ke-15: Orang yang Tidur di Permulaan Malam dan Menghidupkan (Yakni Bangun untuk Shalatullail) pada Akhir Malam Itu


Salman berkata kepada Abud Darda' r.a., "Tidurlah." Kemudian pada akhir malam, Salman berkata, "Bangunlah." Nabi saw bersabda, "Salman benar."[11]


597. Al-Aswad berkata, "Aku bertanya kepada Aisyah, 'Bagaimanakah shalat Rasulullah di malam hari?' Ia menjawab, 'Beliau tidur pada permulaan malam, dan bangun di akhir malam, lalu shalat. Kemudian kembali ke tempat tidur beliau. Apabila muadzin mengumandangkan azan, maka beliau melompat. Jika beliau mempunyai keperluan, maka beliau mandi. Jika tidak, maka beliau berwudhu dan keluar.'"



Bab Ke-16: Berdirinya Nabi di Waktu Malam dalam Bulan Ramadhan dan Bulan Iainnya


598. Abu Salamah bin Abdurrahman mengatakan bahwa ia bertanya kepada Aisyah, "Bagaimanakah shalat Nabi di bulan Ramadhan?" Aisyah menjawab, "Rasulullah baik di bulan Ramadhan maupun di bulan lain tidak pernah menambah atas sebelas rakaat, yaitu beliau shalat empat rakaat. Namun, jangan kamu tanyakan lagi tentang baik dan panjangnya. Kemudian beliau shalat empat rakaat (lagi), dan jangan kamu tanyakan lagi tentang baik dan panjangnya. Lalu, beliau shalat tiga rakaat. Aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum witir?' Beliau menjawab, 'Wahai Aisyah, kedua mataku tidur, tetapi hatiku tidak tidur.'"




Bab Ke-17: Keutamaan Bersuci dan Shalat Sesudah Wudhu di Waktu Malam dan Siang


599. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi pernah bersabda kepada Bilal pada waktu subuh,[12] "Hai Bilal, coba ceritakan kepadaku amal yang paling kamu sukai dalam Islam. Karena aku mendengar bunyi terompahmu di hadapanku di surga." Bilal berkata, 'Tidak ada amal yang paling kusukai melainkan apabila aku selesai berwudhu pada waktu siang ataupun malam, melainkan aku shalat dengan wudhu itu, seberapa dapat aku kerjakan."




Bab Ke-18: Tidak Disukai Memberatkan Diri Sendiri dalam Beribadah


600. Anas bin Malik r.a. berkata, "Nabi masuk, tiba-tiba ada tali membentang antara dua tiang masjid. Beliau bertanya, 'Tali apakah ini?' Mereka menjawab, 'Ini adalah tali Zainab. Apabila ia letih, maka ia bergantung (bersandar) padanya.' Lalu Nabi bersabda, 'Tidak, lepaskan tali itu. Hendaklah salah seorang di antaramu shalat secara tangkas. Apabila letih, maka duduklah.'"




Bab Ke-19: Makruh Meninggalkan Shalat di Waktu Malam bagi Orang yang Sudah Biasa Mengerjakannya


601. Abdullah bin Amru ibnul Ash berkata, "Rasulullah berkata kepadaku, 'Wahai Abdullah, janganlah kamu menjadi seperti Fulan. Ia dahulu biasa mengerjakan shalat malam, lalu meninggalkan shalat malam itu.'"




Bab Ke-20: Keutamaan Orang yang Bangun Malam Lantas Mengucapkan Istighfar, Tasbih, atau Lainnya, Kemudian Mengerjakan Shalatullail


602. Ubadah bin Shamit mengatakan bahwa Nabi bersabda, "Barangsiapa yang bangun[13] di malam hari dan mengucapkan:







'Tiada tuhan melainkan Allah Yang Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan segala pujian, Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Segala puji bagi Allah, Mahasuci Allah, tidak ada tuhan melainkan Allah, Allah Mahabesar, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah', kemudian ia mengucapkan, 'Ya Allah, ampunilah aku', atau ia berdoa, maka dikabulkanlah doanya. Jika ia berwudhu dan shalat, maka diterima (shalatnya)."

603. Al-Haitsam bin Abu Sinan mengatakan bahwa ia mendengar Abu Hurairah r.a. menceritakan kisah-kisahnya.[14] Ia menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya saudaramu tidak berkata jelek." Maksud beliau adaIah Abdullah bin Rawahah, ketika ia berkata, "Di sisi kami ada Rasulullah yang membaca kitab Allah. Ketika itulah kebaikan gemerlap memancar dari fajar. Beliau memperlihatkan petunjuk setelah kita buta. Dan hati kita percaya apa yang disabdakan bakal terjadi. Beliau bermalam dengan menjauhkan lambung dari hamparan di kala pembaringan-pembaringan merasa berat oleh orang-orang yang mempersekutukan Tuhan."




Bab Ke-21: Mengekalkan Shalat Sunnah Dua Rakaat Sebelum Subuh


604. Aisyah r.a. berkata, "Nabi melakukan shalat isya. Sesudah itu beliau shalat delapan rakaat. Kemudian shalat dua rakaat sambil duduk. Lalu, beliau shalat lagi dua rakaat antara azan dan iqamah. Beliau tidak pernah meninggalkan yang dua rakaat (antara azan dan iqamah subuh) itu."


Bab Ke-22: Tidur Berbaring pada Sisi Badan Sebelah Kanan Sesudah Mengerjakan Dua Rakaat Fajar


(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Aisyah yang tercantum pada nomor 528 dan 581 di muka.")




Bab Ke-23: Orang yang Bercakap-cakap Sesudah Mengerjakan Dua Rakaat Sunnah Fajar dan Tidak Berbaring


(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Aisyah yang tertera pada nomor 581 tadi.")




Bab Ke-24: Keterangan Mengenai Shalat Sunnah Dikerjakan Dua Rakaat Dua Rakaat


Hal itu diriwayatkan dari Abu Ammar, Abu Dzar, Anas, Jabir bin Zaid, Ikrimah, dan az-Zuhri radhiyallahu 'anhum.[15]


Yahya bin Sa'id al-Anshari berkata, "Aku tidak melihat fuqaha-fuqaha negeri kami melainkan mereka memberi salam pada setiap dua rakaat dari shalat sunnah siang hari."


605. Jabir bin Abdullah berkata, "Rasulullah mengajarkan kepada kami untuk istikharah (minta dipilihkan Allah) dalam seluruh urusan sebagaimana beliau mengajarkan surah Al-Qur'an kepada kami. Beliau bersabda, 'Apabila salah seorang di antara kamu sekalian bermaksud akan sesuatu, maka hendaklah ia shalat dua rakaat selain fardhu. Kemudian hendaklah ia mengucapkan:






'Ya Allah, sesungguhnya aku memohon pilihan kepada Mu dari anugerah Mu yang agung. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa dan aku tidak berkuasa. Engkau mengetahui dan aku tidak mengetahui, dan Engkaulah Zat Yang Maha Mengetahui perkara-perkara yang gaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini (kemudian ia sebutkan hal itu 8/168) baik bagiku dalam agamaku, kehidupanku, dan akibat urusanku, (atau beliau bersabda: kesegeraan/keduniaan urusan aku dan keakhirannya/keakhiratannya) maka kuasakanlah bagiku, mudahkanlah bagiku, kemudian berkahilah bagiku padanya. Jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini (kemudian ia sebutkan hal itu) buruk bagiku dalam hal agama, kehidupan, dan kesudahan urusanku (atau beliau bersabda: kesegaraan/keduniaan urusan aku dan keakhirannya/keakhiratannya), maka palingkanlah ia dariku dan palingkanlah aku darinya. Dapatkanlah bagiku kebaikan di mana saja ia berada, kemudian ridhailah aku dengannya.' Kemudian ia sebutkan keperluannya.'"


Abu Abdillah (Imam Bukhari) berkata, "Abu Hurairah berkata, 'Nabi berpesan kepadaku supaya melakukan shalat dhuha dua rakaat."[16]


Itban berkata, "Pada suatu hari ketika, sudah agak siang, Rasulullah datang kepadaku bersama Abu Bakar. Lalu, kami berbaris di belakang beliau, dan beliau shalat dua rakaat."[17]




Bab Ke-25: Bercakap-cakap Setelah Mengerjakan Shalat Fajar Sebanyak Dua Rakaat


(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Aisyah yang tercantum pada nomor 581 di muka.")




Bab Ke-26: Kesungguhan Memperhatikan Dua Rakaat Sunnah Fajar dan Orang Yang Menamakannya Shalat Tathawwu'



606. Aisyah r.a. berkata, "Nabi tidak memelihara shalat-shalat sunnah melebihi perhatiannya terhadap dua rakaat fajar."





Bab Ke-27: Apa yang Dibaca dalam Shalat Sunnah Dua Rakaat Fajar





--------------------------------------------------------------------------------



Bab-Bab Shalat Tathawwu'




Bab Ke-28: Mengerjakan Shalat Sunnah Sesudah Shalat Wajib



(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar dan Hafshah yang tercantum pada nomor 501 dan 502 di muka.")





Bab Ke-29: Orang yang Tidak Mengerjakan Shalat Sunnah Sesudah Mengerjakan Shalat Fardhu


(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas yang tertera pada nomor 303 di muka.")




Bab Ke-30: Shalat Dhuha di dalam Bepergian

607. Muwarriq berkata, "Aku bertanya kepada Ibnu Umar, 'Apakah Anda shalat dhuha?' Ia menjawab, 'Tidak.' Aku bertanya lagi, 'Kalau Umar, bagaimana?' Ia menjawab, 'Tidak.' Aku bertanya lagi, 'Kalau Abu Bakar?' Ia menjawab, 'Tidak.' Aku bertanya, 'Nabi?' Ia menjawab, 'Aku kira tidak.'"[18]


Bab Ke-31: Orang yang Tidak Mengerjakan Shalat Dhuha dan Berpendapat bahwa Meninggalkannya Itu Mubah


(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Aisyah yang tercantum pada nomor 586 di muka.")



Bab Ke-32: Mengerjakan Shalat Dhuha di Waktu Hadhar (di Waktu Sedang Tidak Bepergian)


Demikian dikatakan oleh Itban bin Malik dari Nabi.[19]


608. Abu Hurairah berkata, "Kekasih (baca: Rasulullah) aku berpesan kepadaku dengan tiga hal yang tidak aku tinggalkan sampai mati. Yaitu, puasa tiga hari setiap bulan, shalat (dua rakaat, 2/274) dhuha, dan tidur di atas witir (sebelum tidur shalat witir dulu)."[20]




Bab Ke-33: Dua Rakaat Sebelum Zhuhur


609. Aisyah r.a. mengatakan bahwa Nabi saw. tidak pernah meninggalkan empat rakaat sebelum zuhur dan dua rakaat sebelum subuh.




Bab Ke-34: Shalat Sebelum Magrib


610. Abdullah al-Muzanni mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Shalat lah sebelum shalat magrib." Pada ketiga kalinya beliau bersabda, "Bagi siapa yang mau."[21] Karena, beliau tidak senang orang-orang menjadikannya sebagai kebiasaan yang tetap (sunnah).


611. Yazid bin Abu Habib berkata, "Aku mendengar Martsad bin Abdullah al-Yazani berkata, 'Aku mendatangi 'Uqbah bin 'Amir al-Juhani, lalu aku bertanya, 'Tidak patutkah aku menunjukkan keherananku kepadamu perihal Abu Tamim yang mengerjakan shalat dua rakaat sebelum shalat magrib?' Uqbah lalu menjawab, 'Kami juga mengerjakan hal itu pada zaman hidup Rasulullah.' Aku bertanya, 'Apa yang menghalang-halangi kamu untuk mengerjakan shalat itu sekarang?' Ia menjawab, 'Kesibukan.'"




Bab Ke-35: Shalat Shalat Sunnah dengan Berjamaah


Hal ini dikemukakan oleh Anas dan Aisyah r.a. dari Nabi.[22]


(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Itban bin Malik yang tercantum pada nomor 227 di muka.")




Bab Ke-36: Shalat Sunnah di Rumah


612. Ibnu Umar r.a. berkata, "Rasulullah bersabda, 'Kerjakanlah beberapa di antara shalatmu di rumahmu, dan jangan kamu jadikan rumahmu itu seperti kuburan (tidak kamu tempati shalat sunnah).'"



--------------------------------------------------------------------------------

Catatan Kaki:



[1] Di-maushul-kan oleh Malik, Muslim, dan Ahmad (1/298 dan 308). Saya (al-Albani) berkata, 'Tambahan ini adalah mu'allaq, dan ia tidak menurut syarat Ash-Shahih, karena diriwayatkan dengan sanadnya dari Sufyan yang berkata, 'Abdul Karim Abu Umayyah menambahkan' Lalu ia menyebutkannya. Di samping Abu Umayyah tidak menyebutkan isnadnya dalam tambahan ini, sedangkan dia sendiri dhaif dan sudah terkenal kelemahannya di kalangan para ahli hadits. Al-Hafizh berkata, 'Bukhari tidak bermaksud mentakhrijnya. Oleh karena itu, para ahli hadits tidak menganggapnya sebagai perawi Bukhari. Tambahan darinya hanya terjadi pada informasi, bukan dimaksudkan untuk riwayatnya.'"


[2] Di-maushul-kan oleh al-Faryabi di dalam tafsirnya.


[3] Di-maushul-kan oleh Abu Ubaid di dalam Fadhaa'ilul Qur'an dan Ibnu Abi Daud di dalam al-Mashaahif dari beberapa jalan dari Umar.


[4] Akan disebutkan secara maushul pada "96 AL-I'TISHAM/18- BAB".


[5] Demikianlah lafal ini di sini (yakni "lausabbihuha"), demikian pula di tempat lain yang diisyaratkan dalam matan ini. Akan tetapi, al-Hafizh mengatakan di dalam mensyarah lafal ini, "Demikianlah di sini dari kata subhah. Telah disebutkan di muka dalam bab Tahridh ala qiyaamil-lail dengan lafal, "Wa innii la astahibbuhaa," dari kata istihbab 'menyukai', dan ini dari riwayat Malik." Saya (al-Albani) berkata, "Anda lihat bahwa lafal ini sesuai dengan lafal yang di sana. Tampaknya ini karena perbedaan para perawi Ash-Shahih, juga terjadi pada perawi-perawi al Muwaththa' (1/168). Silakan periksa."


[6] Di-maushul-kan oleh penyusun (Imam Bukhari) dalam "65 -AT-TAFSIR / Fath - 3".


[7] Di-maushul-kan oleh Abd bin Humaid dengan isnad yang sahih darinya.


[8] Juga di-maushul-kan oleh Abd bin Humaid dari jalan Mujahid: "asyaddu wath'an" berarti cocok dengan pendengaran, pandangan, dan hatimu.


[9] Al-Hafizh berkata, "Kalimat ini merupakan penafsiran bebas, dan disebutkannya kalimat ini di sini hanyalah untuk menguatkan penafsiran pertama. Riwayat ini di-maushul-kan oleh ath-Thabari dari Ibnu Abbas tetapi dengan lafal, 'Kiyusyaabihuu.'"


[10] AI-Hafizh Ibnu Hajar mengikuti jumhur ulama menakwilkan turunnya Allah ini dengan turunnya perintah-Nya atau turunnya malaikat yang berseru seperti itu. Ia menguatkan takwil ini dengan membawakan riwayat Nasa'i yang berbunyi, "Sesungguhnya Allah memberi kesempatan hingga berlalu tengah malam. Kemudian memerintahkan penyeru (malaikat) yang menyerukan, 'Adakah orang yang mau berdoa lalu dikabulkan doanya?'" Al-Hafizh tidak memberi komentar apa-apa tentang riwayat hadits ini, sehingga menimbulkan dugaan bahwa beliau mensahihkannya. Padahal tidak demikian, karena hadits Nasa'i itu syadz 'ganjil' lagi mungkar, karena lafal ini diriwayatkan sendirian oleh Hafsh bin Ghiyats tanpa ada perawi lain yang meriwayatkannya dengan lafal itu dari Abu Hurairah. Padahal, hadits ini diriwayatkan dari Abu Hurairah melalui tujuh jalan periwayatan dengan isnad-isnad yang sahih dengan lafal seperti yang tercantum di dalam kitab ini, yang secara tegas dan jelas mengatakan bahwa Allahlah yang berfirman, "Adakah orang yang mau berdoa", dan bukan malaikat yang berkata begitu. Dalam riwayat itu dari semua jalan periwayatannya secara tegas disebutkan turunnya Allah yang tidak dikemukakan oleh Hafsh. Masalah turun dan berfirmannya Allah itu juga disebutkan pada semua jalan hadits dari sahabat-sahabat selain Abu Hurairah, hingga mencapai tingkat mutawatir. Aku telah men-tahqiq kesimpulan ini di dalam al-Ahaditsudh Dha'ifah nomor 3898.


[11] Ini adalah bagian hadits Abu Juhaifah yang di-maushul-kan penyusun pada "30 -ASH-SHAUM / 51 - BAB".


[12] Al-Hafizh berkata, "Ini mengisyaratkan bahwa hal itu terjadi di dalam mimpi. Karena, sudah menjadi kebiasaan Nabi menceritakan mimpinya dengan mengungkapkan apa yang beliau lihat pada sahabat-sahabat beliau-sebagaimana yang akan disebutkan pada Kitab at Ta'bir-sesudah shalat subuh." Aku (Albani) katakan, "Yakni hadits bab 48 pada '91-AT-TA'BIR'."


[13] Lafal "Ta'aarra" artinya bangun disertai dengan mengucapkan istighfar, tasbih, atau lainnya.


[14] Yakni nasihat-nasihatnya. Tampaknya perkataan, "Sesungguhnya saudaramu" adalah perkataan Abu Hurairah sendiri sebagaimana dijelaskan dalam al-Fath. Silakan periksa.


[15] Al-Hafizh berkata, "Mengenai riwayat Ammar, seolah-olah Imam Bukhari mengisyaratkan kepada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari jalan Abdur Rahman ibnul-Harits bin Hisyam dari Ammar bin Yasir bahwa dia masuk masjid, lalu mengerjakan shalat dua rakaat yang singkat. Isnad riwayat ini hasan. Sedangkan riwayat Abu Dzar, seolah-olah beliau mengisyaratkan apa yang diriwayatkan juga oleh Ibnu Abi Syaibah dari Malik bin Aus dari Abu Dzar, bahwa dia masuk masjid. Lalu datang ke suatu tiang, dan mengerjakan shalat dua rakaat di sebelahnya. Dalam riwayat Anas, seakan Imam Bukhari mengisyaratkan kepada haditsnya yang populer mengenai shalat Nabi dengan mereka di rumahnya dua rakaat. Hadits ini sudah disebutkan dalam bab Shaf-Shaf, dan disebutkannya di sini secara ringkas. Jabir bin Zaid (perawinya) adalah Abusy Sya'sya' al-Bashri, tetapi aku tidak mendapatkan keterangan tentang dia. Adapun riwayat Ikrimah, ialah yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Hurma bin Imarah, dari Abu Khaldah, dia berkata, "Aku melihat Ikrimah masuk masjid, lalu mengerjakan shalat dua rakaat." Sedangkan riwayat az-Zuhri, aku tidak menjumpai darinya riwayat yang maushul mengenai masalah ini.


[16] Ini adalah bagian dari hadits yang akan diriwayatkan secara maushul dan lengkap di sini sebentar lagi (32 - BAB).


[17] Ini adalah bagian dari hadits Itban di muka yang diriwayatkan secara maushul pada "8-ASH-SHALAT/46-BAB".


[18] Bahkan, terdapat riwayat dari Ibnu Umar yang menetapkan bahwa shalat dhuha itu bid'ah sebagaimana akan disebutkan pada permulaan "26-KITABUL UMRAH". Semua itu menunjukkan bahwa Ibnu Umar tidak mengetahui kesunnahan shalat dhuha ini, padahal mengenai shalat ini terdapat riwayat yang sah dari Nabi, baik berupa perbuatan maupun perkataan, sebagaimana akan Anda lihat pada bab berikut.


[19] Di-maushul-kan oleh Imam Ahmad (5/450) dengan sanad sahih darinya, dan oleh penyusun dengan riwayat yang semakna dengannya, dan sudah disebutkan pada "8-ASH-SHALAT / 46-BAB".


[20] Hadits ini memiliki beberapa jalan periwayatan pada Imam Ahmad sebagaimana diisyaratkan pada hadits mu'allaq nomor 162.


[21] Tampaklah bahwa beliau mengucapkan perkataan ini tiga kali, dan pada kali yang ketiga beliau berkata, "Bagi siapa yang mau."


[22] Hadits Anas disebutkan pada nomor 397, dan hadits Aisyah disebutkan pada nomor 398 di muka.


Sumber: Ringkasan Shahih Bukhari - M. Nashiruddin Al-Albani - Gema Insani Press

Shalat Qashar

Bab Ke-1: Keterangan-Keterangan Perihal Mengqashar Shalat dan Berapa Jarak Jauhnya Boleh Mengqashar Shalat


564. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Nabi menetap (di Mekah-5/95) selama sembilan belas hari dengan mengqashar (dalam satu riwayat: shalat dua rakaat). Oleh sebab itu, jika kami bepergian selama sembilan belas hari,[1] kami mengerjakan shalat qashar saja. Tetapi, jika lebih dari waktu itu, maka kami menyempurnakan shalat kami."


565. Anas r.a. berkata, "Kami keluar bersama Nabi dari Madinah ke Mekah. Maka, beliau shalat dua rakaat dua rakaat[2] sehingga kami pulang ke Madinah." Aku (perawi) bertanya (kepada Anas), "Anda tinggal di Mekah berapa lama?" Ia menjawab, "Kami tinggal di sana selama sepuluh hari (dengan mengqashar shalat 5/95)."




Bab Ke-2: Shalat di Mina


566. Abdullah bin Umar berkata, "Saya shalat dua rakaat di Mina bersama Nabi, Abu Bakar, Umar, dan Utsman pada permulaan pemerintahannya (dalam satu riwayat: kekhalifahannya 2/173), kemudian ia menyempurnakannya (empat rakaat)."


567. Haritsah bin Wahbin berkata, "Nabi shalat dua rakaat bersama kami (sedangkan kami adalah paling banyak bertempat di sana, dan 2/173) tunduk mengikuti apa yang di Mina."


568. Abdur Rahman bin Yazid berkata, "Utsman bin Affan r.a. pernah shalat bersama kami di Mina empat rakaat. Kemudian hal itu diberitakan kepada Abdullah bin Mas'ud, lalu ia mengucapkan istirja' (Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun). Kemudian ia berkata, 'Saya shalat dua rakaat bersama Rasulullah di Mina, saya shalat dua rakaat bersama Abu Bakar ash-Shiddiq di Mina, dan saya shalat dua rakaat bersama Umar ibnul-Khaththab di Mina, (kemudian kamu bersimpang jalan 2/173). Maka, betapa beruntungnya aku, dari empat empat rakaat menjadi dua rakaat yang diterima."




Bab Ke-3: Berapa Lama Nabi Bermukim dalam Hajinya?


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ibnu Abbas yang tersebut pada '25 AL-HAJJ/23-BAB'.")




Bab Ke-4: Berapa Jauhnya Jarak Bepergian untuk Dapat Mengqashar Shalat?


Nabi saw. menyebut bepergian selama sehari semalam sebagai safar.[3]


Ibnu Umar dan Ibnu Abbas r.a. mengqashar shalat dan berbuka puasa dalam bepergian sejauh empat burud, yakni enam belas farsakh.[4]


569. Ibnu Umar mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda, "Janganlah seorang wanita bepergian sampai tiga hari, melainkan disertai oleh mahramnya."


570. Abu Hurairah r.a. berkata, "Nabi bersabda, 'Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk bepergian perjalanan sehari semalam tanpa disertai mahram.'"[5]




Bab Ke-5: Mengqashar Shalat Apabila Telah Keluar dari Tempat Tinggalnya


Ali r.a. keluar dari rumah dan menqashar shalat, padahal dia masih dapat melihat rumah-rumah (di kampung). Maka ketika pulang, dikatakan kepadanya, "Ini kan kota Kufah?"[6] Jawabnya, 'Tidak, sehingga kita memasukinya.'"[7]


571. Anas r.a. berkata, "Aku shalat Zhuhur bersama Nabi di Madinah empat rakaat dan di Dzulhulaifah dua rakaat"


572. Aisyah r.a. berkata, "Shalat itu pada pertama kalinya difardhukan adalah dua rakaat. Kemudian untuk shalat pada waktu bepergian ditetapkan apa adanya (yakni dua rakaat). Sedangkan, untuk shalat yang tidak sedang bepergian dijadikan sempurna." Zuhri berkata, "Aku bertanya kepada 'Urwah, 'Mengapa Aisyah menyempurnakan shalatnya (yakni pada waktu bepergian tetap mengerjakan empat rakaat)?'" Urwah berkata, 'Beliau itu mentakwilkan sebagaimana halnya Utsman juga mentakwilkannya.'"[8]




Bab Ke-6: Shalat Magrib Tiga Rakaat dalam Bepergian


573. Salim dari Abdullah bin Umar r.a. berkata, "Saya melihat Nabi apabila tergesa-gesa hendak bepergian, beliau akhirkan shalat magrib, sehingga beliau jama' dengan Isya." Salim berkata, "Abdullah mengerjakan begitu apabila tergesa-gesa dalam bepergian."


Al-Laits menambahkan[9] bahwa Salim berkata, "Ibnu Umar r.a. pernah menjama' antara magrib dan isya di Muzdalifah."[10]


Salim berkata, "Ibnu Umar mengakhirkan shalat magrib (di jalan menuju Mekah 2/205), dan ia dimintai tolong atas istrinya Shafiyah binti Abi Ubaid. (Dan dalam satu riwayat: sampai informasi kepadanya tentang Shafiyah bin Abi Ubaid bahwa ia sakit keras, lalu Ibnu Umar segera berjalan), maka aku berkata kepadanya, 'Shalatlah.' Ia menjawab, 'Berangkatlah.' Aku berkata lagi, 'Shalatlah.' Ia menjawab, 'Berangkatlah.' Kemudian ia berangkat hingga mencapai dua atau tiga mil, lantas dia turun sesudah tenggelamnya mega merah. Lalu, mengerjakan shalat magrib dan isya dengan jama'. Kemudian berkata, 'Demikianlah aku melihat Rasulullah apabila tergesa-gesa dalam bepergian.' Abdullah berkata, 'Saya melihat Nabi apabila tergesa-gesa (dalam bepergian 2/39), beliau mengakhirkan shalat magrib. Kemudian beliau shalat tiga rakaat, lalu salam. Beliau diam sejenak sampai beliau tunaikan shalat isya dua rakaat, kemudian salam. Beliau tidak melakukan shalat sunnah di antara keduanya dan tidak pula sesudah shalat isya itu, sehingga beliau bangun di tengah malam.'"




Bab Ke-7: Shalat Sunnah di Atas Kendaraan. Ke Arah Mana Menghadapnya Kendaraan Itu, ke Arah Itulah Orang yang Shalat Sunnah Menghadap


574. Jabir bin Abdullah r.a. berkata, "Nabi shalat sunnah sedangkan beliau berkendaraan dengan tidak menghadap kiblat." (Dan dari jalan lain dari Jabir, "Aku melihat Nabi pada waktu Perang Anmar melakukan shalat sunnah di atas kendaraannya dengan menghadap ke arah timur 5/55). Maka, apabila beliau hendak melakukan shalat wajib, beliau turun, lalu menghadap kiblat."




Bab Ke-8: Berisyarat Di Atas Kendaraan


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang akan disebutkan pada nomor 578.")




Bab Ke-9: Turun dari Kendaraan Untuk Mengerjakan Shalat Wajib


575. Amir bin Rabi'ah berkata, "Aku melihat Rasulullah dan beliau berada di atas kendaraan mengerjakan shalat pada malam hari (2/38).[11] Beliau memberikan isyarat dengan kepalanya dengan menghadap ke arah mana saja kendaraannya menghadap. Beliau tidak pernah melakukannya pada shalat wajib."


Salim berkata,[12] "Abdullah biasa melakukan shalat malam di atas kendaraannya ketika sedang bepergian dengan tidak menghiraukan ke mana wajahnya menghadap. Ibnu Umar berkata, 'Rasulullah pernah shalat malam di atas kendaraan dengan menghadap ke arah mana saja, dan melakukan shalat witir di atasnya. Hanya saja beliau tidak melakukan shalat wajib di atasnya.'"




Bab Ke-10: Shalat Tathawwu' di Atas Keledai


576. Anas bin Sirin berkata, "Kami menemui Anas bin Malik ketika datang dari Syam, lalu kami berjumpa dengannya di desa Ainut Tamar.[13] Aku melihat nya shalat di atas keledai. Wajahnya di sebelah kiri kiblat, kemudian aku berkata, 'Aku melihat engkau shalat tanpa menghadap kiblat?' Ia berkata, 'Seandainya saya tidak melihat Nabi melakukannya, niscaya saya tidak melakukan yang tadi saya lakukan.'"




Bab Ke-11: Orang yang Tidak Melakukan Shalat Sunnah Sesudah dan Sebelum Shalat Wajib di Dalam Bepergian


577. Anas r.a. berkata, "Saya menemani Nabi, maka beliau tidak pernah menambah dari dua rakaat di dalam bepergian. Demikian pula yang saya alami bersama Abu Bakar, Umar, dan Utsman radhiyallahu anhum, padahal Allah berfirman, 'Sesungguhnya pada diri Rasulullah terdapat contoh yang baik bagi kamu sekalian.'"




Bab Ke-12: Orang yang Shalat Tathawwu' dalam Bepergian, Tetapi Bukan Shalat Rawatib Sehabis Shalat Fardhu Ataupun Sebelumnya


Nabi saw. melakukan dua rakaat shalat fajar di dalam bepergian.[14]


578. Ibnu Umar mengatakan bahwa Rasulullah saw. shalat sunnah (dalam bepergian 2/37) di atas punggung kendaraannya dan menghadapkan mukanya ke arah mana pun kendaraannya itu menuju. Beliau memberikan isyarat dengan kepala (setiap berpindah dari satu rukun ke rukun lain) dan berwitir di atas kendaraan. Cara demikian itu juga di lakukan oleh Abdullah bin Umar.




Bab Ke-13: Menjama' Shalat dalam Bepergian Antara Magrib dan Isya


Ibnu Abbas r.a. berkata, "Rasulullah menjama' antara shalat zhuhur dan ashar apabila berada di dalam perjalanan (bepergian), dan menjama' antara magrib dan isya."[15]


Anas bin Malik r.a. berkata, "Rasulullah menjama' antara shalat magrib dan isya di dalam bepergian."[16]




Bab Ke-14: Apakah Berazan dan Beriqamah Jika Menjama' Antara Shalat Magrib dan Isya


Anas r.a mengatakan bahwa Rasulullah saw. menjama' antara kedua shalat ini, yakni magrib dan isya dalam bepergian.




Bab Ke-15: Mengakhirkan Shalat Zhuhur Sampai Waktu Ashar Apabila Bepergian Sebelum Matahari Condong ke Barat



Dalam bab ini terdapat riwayat Ibnu Abbas dari Nabi saw.[17]


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas yang tercantum dalam bab sesudahnya.")




Bab Ke-16: Apabila Bepergian Setelah Matahari Condong ke Barat, Beliau Shalat Zhuhur Dulu Lalu Menaiki Kendaraannya


579. Anas bin Malik r.a. berkata, "Apabila Nabi berangkat sebelum matahari condong ke barat (sebelum zhuhur), maka diundurnya shalat zhuhur hingga waktu ashar,[18] kemudian dijamanya keduanya. Apabila matahari telah condong sebelum berangkat, beliau shalat zhuhur lebih dahulu, sesudah itu baru beliau menaiki kendaraannya."




Bab Ke-17: Shalat Orang yang Duduk


580. Imran bin Hushain, orang yang terkena penyakit wasir, berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah perihal orang yang shalat dengan duduk. Beliau bersabda, 'Jika (dan dalam satu riwayat: orang yang 2/41) shalat dengan berdiri, maka itulah yang paling utama. Orang yang shalat dengan duduk, maka pahala nya seperdua pahala shalat dengan berdiri. Dan orang yang shalat dengan berbaring, maka pahalanya seperdua orang yang shalat dengan duduk"' (Dan dalam satu riwayat dari Imran bin Hushain, katanya, "Saya terkena penyakit wasir, lalu saya bertanya kepada Nabi tentang cara shalat. Kemudian beliau menjawab, 'Shalatlah dengan berdiri. Jika tidak dapat, shalatlah dengan duduk Dan, jika tidak dapat, shalatlah dengan berbaring.")




Bab Ke-18: Shalat Orang Sambil Duduk dengan Memberikan Isyarat


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Imran tersebut di muka.")




Bab Ke-19: Orang yang Tidak Berkuasa Duduk, Maka Boleh Shalat di Atas Lambungnya (Sambil Berbaring)


Atha' berkata, "Kalau ia tidak mampu berpindah menghadap kiblat, ia boleh melakukan shalat ke mana saja wajahnya menghadap."[19]


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Imran tadi.")




Bab Ke-20: Jika Shalat dengan Duduk Lalu Sehat Kembali atau Merasakan Ada Keringanan pada Tubuhnya (Yakni Penyakitnya Berkurang), Maka Ia Menyempurnakan Shalat yang Masih Tersisa (Dengan Berdiri)


Al-Hasan berkata, "Kalau si sakit mau, boleh ia shalat dua rakaat sambil berdiri, dan yang dua rakaat sambil duduk."[20]


581. Aisyah r.a. berkata, "Saya tidak pernah melihat Nabi shalat malam dengan duduk sampai beliau tua. Maka, beliau membaca dengan duduk, sampai apabila beliau hendak ruku, maka beliau berdiri. Lalu, beliau membaca sekitar 30 ayat atau 40 ayat, kemudian ruku dan sujud. Beliau lakukan hal serupa pada rakaat yang kedua. Apabila telah selesai, beliau memandang(ku). (Dan dalam satu riwayat: beliau melakukan shalat dua rakaat 2/52). Jika saya bangun, beliau bercakap-cakap denganku. Dan, jika saya tidur, beliau berbaring (atas lambung kanannya 2/50) hingga dikumandangkan azan untuk shalat." Saya bertanya kepada Sufyan, "Sebagian orang meriwayatkannya sebagai dua rakaat fajar?" Sufyan menjawab, "Memang begitu."



--------------------------------------------------------------------------------

Catatan Kaki:



[1] Yakni, apabila kami bepergian ke suatu negeri, bukan untuk pindah dan menetap di sana. Permulaan hadits ini menunjukkan makna tersebut.


[2] Kecuali shalat magrib, dan pengecualian ini tidak disebutkan karena sudah jelas.


[3] Imam Bukhari mengisyaratkan kepada hadits Abu Hurairah yang akan disebutkan dalam bab ini.


[4] Di-maushul-kan oleh Ibnul Mundzir dengan sanad sahih dari Atha' bin Abi Rabah dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas r.a.


[5] Yaitu lelaki yang haram menikah dengannya, baik karena hubungan nasab maupun bukan.


[6] Yakni shalatlah dengan sempurna (bukan qashar). Ali menjawab, "Tidak, sehingga kita memasukinya." Yakni, kita masih boleh menqashar sehingga kita memasuki kota Kufah (tempat tinggal kita). Karena, selama kita belum memasukinya, berarti masih dihukumi musafir. Demikian keterangan al-Hafizh, dan inilah yang benar.


[7] Di-mauhsul-kan oleh Hakim dan Baihaqi dari jalan Wiqa' bin Iyas, dari Ali bin Rabi'ah dari Ali r.a. Dan Wiqa' ini lemah haditsnya, sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh dalam at-Taqrib.



[8] Yakni tentang bolehnya mengqashar dan shalat tamam (sempurna).


[9] Di-maushul-kan oleh al-Ismaili dengan panjang. Diriwayatkan dari al-Laits kisah permintaan tolong oleh Abu Dawud dan Ahmad dari jalan Nafi' darinya yang hampir sama redaksinya dengan itu, dan dimaushulkan oleh penyusun (Imam Bukhari) dari jalan lain dari Ibnu Umar.


[10] Apa yang disebutkan sesudah Hilal bukanlah kelengkapan hadits mu'allaq itu sebagaimana pemahaman spontan. Tetapi, ia hanyalah kesempurnaan hadits yang maushul.


[11] yakni shalat sunnah. Ini termasuk bab memutlakkan sebagian atas keseluruhan (yakni mengucapkan sesuatu secara mutlak atau umum, tetapi yang dimaksud adalah sesuatu yang tertentu - penj.)


[12] Di-maushul-kan oleh al-Ismaili. Imam Bukhari memaushulkannya secara ringkas sebagaimana yang akan disebutkan pada hadits berikutnya.


[13] Yaitu di suatu jalan jurusan Irak - Syam.


[14] Di-maushul-kan oleh Muslim dalam kisah tertidur dari shalat Shubuh (hingga lewat waktu) dari hadits Abu Qatadah (2/138 dan 138-139).


[15] Hadits ini diriwayatkan secara mu'allaq oleh Imam Bukhari, tetapi dimaushulkan oleh Baihaqi.


[16] Hadits ini juga diriwayatkan oleh penyusun (Imam Bukhari) secara mu'allaq, tetapi diriwayatkannya secara maushul pada bab sesudahnya.


[17] Menunjuk kepada haditsnya yang tersebut pada nomor 113 di muka, dan Anda pun sudah mengetahui siapa yang me-maushul-kannya.


[18] Yakni dijamanya antara keduanya pada awal waktu ashar sebagaimana disebutkan dengan jelas dalam riwayat Muslim (2/151).


[19] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dengan sanad sahih dari Atha'.


[20] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah, dan di-maushul-kan oleh Tirmidzi dengan lafal lain.


Sumber: Ringkasan Shahih Bukhari - M. Nashiruddin Al-Albani - Gema Insani Press

Kusuf (Gerhana)

Bab Ke-1: Shalat Sunnah pada Waktu Terjadi Gerhana Matahari


547. Abu Bakrah berkata, "Kami berada di sisi Rasulullah lalu terjadi gerhana matahari. Maka, Nabi berdiri dengan mengenakan selendang beliau (dalam satu riwayat: pakaian beliau sambil tergesa-gesa 7/34) hingga beliau masuk ke dalam masjid, (dan orang-orang pun bersegera ke sana 2/31), lalu kami masuk. Kemudian beliau shalat dua rakaat bersama kami hingga matahari menjadi jelas. Beliau menghadap kami, lalu bersabda, 'Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua dari tanda-tanda kekuasaan Allah, dan sesungguhnya keduanya (2/31) bukan gerhana karena meninggalnya seseorang. Akan tetapi, Allah ta'ala menakut-nakuti hamba-hamba-Nya dengannya. Oleh karena itu, apabila kamu melihatnya, maka shalatlah dan berdoalah sehingga terbuka apa (gerhana) yang terjadi padamu.'" (Hal itu karena putra Nabi saw. yang bernama Ibrahim meninggal dunia, kemudian terjadi gerhana. Lalu, orang-orang berkomentar bahwa gerhana itu terjadi karena kematian Ibrahim itu. Hal ini lantas disanggah Rasulullah dengan sabda beliau itu.)


548. Abu Mas'ud berkata, "Nabi bersabda, 'Sesungguhnya matahari dan bulan tidak gerhana karena meninggal (dan hidupnya 4/76) seseorang. Tetapi, keduanya adalah dua dari tanda-tanda dari kebesaran Allah. Apabila kamu melihatnya, maka berdirilah untuk mengerjakan shalat gerhana.'"


549. Ibnu Umar mengatakan bahwa ia memberi kabar dari Rasulullah, bahwa matahari dan bulan tidak gerhana karena meninggal dan hidupnya seseorang. Tetapi, keduanya adalah tanda-tanda kekuasan Allah. Apabila kamu melihatnya, maka shalat gerhanalah.


550. Al-Mughirah bin Syubah berkata, "Terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah pada hari meninggalnya Ibrahim. Orang mengatakan, 'Matahari gerhana karena meninggalnya Ibrahim.' Lalu Rasulullah bersabda, 'Sesungguhnya matahari dan bulan (adalah dua dari tanda tanda kebesaran Allah 2/30). Keduanya tidak gerhana karena meninggal atau hidupnya seseorang. Apabila kamu melihatnya, maka shalatlah (gerhana) dan berdoalah kepada Allah sehingga ia menjadi cerah kembali.'"




Bab Ke-2: Memberikan Sedekah pada Waktu Terjadi Gerhana


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang akan disebutkan pada bab selanjutnya nanti.")




Bab Ke-3: Berseru dengan, "Ashshalaatu jaami'ah"[1] pada Waktu Shalat Gerhana


551. Abdullah bin Amr berkata, "Ketika terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah, maka diserukanlah, 'Ashshalaatu jaami'ah' 'shalatlah dengan berjamaah'.




Bab Ke-4: Khotbah Imam pada Waktu Shalat Gerhana


Aisyah dan Asma' berkata, "Nabi berkhotbah."[2]

552. Aisyah istri Nabi saw., berkata, "Terjadi gerhana matahari pada masa hidup Rasulullah. Beliau keluar ke masjid lalu menyuruh seseorang menyerukan, Ash-Shalaatu Jaami'ah, kemudian beliau maju (2/31). Lalu, orang-orang berbaris di belakang beliau. (Dan dalam riwayat lain dari Aisyah: seorang wanita Yahudi datang mengajukan pertanyaan kepadanya seraya berkata, 'Mudah-mudahan melindungimu dari azab kubur.' Kemudian Aisyah bertanya kepada Rasulullah, 'Apakah orang-orang disiksa di dalam kuburnya?' Rasulullah menjawab, 'Aku berlindung kepada Allah dari hal itu.' Kemudian pada suatu pagi Rasulullah naik kendaraan, lalu terjadi gerhana matahari. Kemudian beliau kembali pada waktu dhuha.[3] Maka, Rasulullah berjalan di antara dua punggung batu,[4] lalu beliau berdiri menunaikan shalat 2/26-27). Kemudian Rasulullah membaca bacaan (dalam satu riwayat: surah 2/62) yang panjang yang beliau baca dengan keras. Beliau bertakbir, lalu ruku dengan ruku yang panjang. Setelah itu mengangkat kepalanya seraya (4/76) mengucapkan, 'Sami'allaahu Liman Hamidah.' Lantas berdiri lagi yang lebih pendek daripada berdirinya yang pertama (2/24) dan tidak sujud. Beliau membaca ayat-ayat yang panjang tetapi lebih pendek daripada bacaannya yang pertama, (dan dalam satu riwayat: kemudian beliau membuka bacaannya dengan surah lain). Kemudian bertakbir dan ruku yang panjang, tetapi lebih pendek dari ruku yang pertama, lalu mengucapkan, 'Sami'allaahu Liman Hamidah, Rabbana wa Lakal Hamdu.' Lalu, sujud dengan sujud yang panjang (dua kali sujud 2/30). Kemudian pada rakat yang terakhir beliau melakukan seperti apa yang beliau lakukan dalam rakaat sebelumnya. Dengan begitu, beliau telah menyempurnakan empat kali ruku dalam dua rakaat. Juga telah empat kali sujud (dalam satu riwayat: dengan dua kali sujud pada rakaat yang pertama, sedang sujud yang pertama lebih panjang). Kemudian matahari telah jelas sebelum beliau pergi, lalu beliau salam. Kemudian beliau berdiri, lalu berkhotbah kepada orang banyak dan memuji Allah dengan pujian yang layak untuk-Nya. Kemudian bersabda, 'Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda (kebesaran) Allah yang Dia tampakkan kepada hamba-hambaNya. Keduanya tidak menjadi gerhana karena meninggalnya seseorang dan tidak pula karena hidupnya seseorang. Apabila kamu melihatnya, maka lakukanlah shalat.' (Dalam satu riwayat: maka, berdoalah kepada Allah, agungkanlah Dia, dan shalatlah [hingga tersingkap matahari/bulan kepadamu 2/24-25] dan bersedekahlah. Sesungguhnya saya melihat di tempat berdiriku ini segala sesuatu yang dijanjikan kepadaku, hingga saya lihat diri saya ingin memetik setandan kurma dari surga ketika kamu melihat aku maju, dan kulihat neraka Jahannam sebagiannya meruntuhkan sebagian yang lain ketika kamu lihat aku mundur. Aku lihat di sana Amr bin Luhaiy [menyeret ususnya 5/1910, dan dialah yang (dan dalam satu riwayat: orang pertama yang) menelantarkan semua yang telantar 2/62]. Kemudian beliau bersabda, 'Wahai umat Muhammad! Demi Allah, tidak ada seorang pun yang lebih pencemburu daripada Allah, melebihi kecemburuan seorang laki-laki atau wanita yang berzina. Wahai umat Muhammad! Demi Allah, seandainya kamu mengetahui apa yang saya ketahui, niscaya kamu akan tertawa sedikit dan banyak menangis.' Kemudian beliau memerintahkan mereka berlindung dari azab kubur."
Katsir bin Abbas[5] menceritakan bahwa Abdullah bin Abbas r.a. apabila terjadi gerhana matahari biasa menceritakan hadits seperti hadits Urwah dari Aisyah. (Az-Zuhri berkata 2/31), "Aku berkata kepada Urwah, 'Sesungguhnya saudara mu (Abdullah bin Zubair tidak berbuat begitu). Pada hari terjadinya gerhana matahari di Madinah, ia tidak lebih dari melakukan shalat dua rakaat seperti shalat subuh.' Urwah menjawab, "Betul, karena ia menyalahi Sunnah.'"




Bab Ke-5: Apakah Dikatakan, "Kasafat" atau "Khasafat asy-syamsu", Sedangkan Allah Berfirman, "Wa Khasafal Qamar"


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah di muka tadi.")




Bab Ke-6: Sabda Nabi, "Allah Menakut-nakuti Hamba-Hambanya dengan Gerhana"


Demikian dikatakan oleh Abu Musa dari Nabi saw.[6]




Bab Ke-7: Memohon Perlindungan kepada Allah dari Siksa Kubur dalam Shalat Gerhana


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang tertera pada nomor 552 di muka.")




Bab Ke-8: Lamanya Sujud dalam Shalat Gerhana


553. Abdullah bin Amr berkata, "Ketika terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah, diserukanlah, 'Ashshalaatu jaami'ah.' Kemudian Nabi shalat dua rakaat, dengan melakukan dua kali ruku dalam satu rakaat; kemudian berdiri lagi untuk rakaat kedua. Lalu, melakukan dua kali ruku dalam satu raka'at. Kemudian beliau duduk, lalu matahari terang." Abdullah berkata, "Aisyah berkata, 'Aku sama sekali tidak pernah melakukan sujud yang lebih daripada itu.'"




Bab Ke-9: Shalat Gerhana dengan Berjamaah


Ibnu Abbas shalat berjamaah dengan mereka di pelataran Zamzam.[7] Ali bin Abdullah bin Abbas melakukannya dengan berjamaah.[8] Ibnu Umar juga shalat gerhana (dengan berjamaah).[9]


554. Abdullah bin Abbas berkata, "Terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah, lalu beliau shalat (bersama orang banyak 6/151). Beliau berdiri lama yaitu kira-kira cukup untuk membaca surah al-Baqarah. Lalu, ruku dengan ruku yang lama, kemudian mengangkat kepala. Lalu, berdiri lagi agak lama, tetapi tidak selama berdirinya yang pertama. Kemudian ruku lagi agak lama, tetapi rukunya tidak selama yang pertama, lalu sujud. Kemudian beliau berdiri (untuk mengerjakan rakaat yang kedua). Berdirinya lama tetapi tidak selama berdiri yang pertama. Lalu, ruku dengan ruku yang lama. Tetapi, tidak selama ruku yang pertama. Kemudian mengangkat kepala lalu berdiri agak lama, tetapi tidak selama berdirinya yang pertama. Lalu ruku agak lama, tetapi tidak selama ruku yang pertama. Kemudian mengangkat kepala, lalu beliau sujud. Lalu selesailah shalat beliau, sedangkan matahari sudah tampak jelas. Kemudian beliau bersabda, 'Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda-tanda kebesaran Allah. Tidak terjadi gerhana matahari atau bulan karena meninggalnya seseorang atau karena hidupnya seseorang. Apabila kamu melihatnya, maka ingatlah kepada Allah.' Para sahabat berkata, 'Wahai Rasulullah, kami melihat engkau memperoleh sesuatu di tempat engkau, kemudian kami melihat engkau menahan (napas)?'[10] Beliau bersabda, 'Sesungguhnya saya melihat (dan dalam satu riwayat: diperlihatkan 1/182) surga, dan saya memperoleh seuntai. Seandainya saya mengambilnya, niscaya kamu memakan daripadanya selama dunia masih ada. Dan, saya melihat neraka, maka saya tidak pernah melihat pemandangan yang lebih ngeri seperti hari ini. Saya lihat sebagian besar penghuninya adalah wanita.' Mereka bertanya, 'Karena apakah wahai Rasulullah?' Beliau bersabda, 'Karena kekafiran mereka.' Ditanyakan, 'Mereka kafir kepada Allah?' Beliau bersabda, 'Mereka kufur terhadap suami dan kufur terhadap kebaikan. Seandainya kamu berbuat kebaikan kepada salah seorang dari mereka selama setahun penuh, kemudian ia melihat sesuatu (yang tidak menyenangkan) sedikit saja darimu, ia mengatakan, 'Saya tidak pernah melihat kebaikan darimu sama sekali.'"




Bab Ke-10: Shalatnya Kaum Wanita Bersama Kaum Lelaki dalam Mengerjakan Shalat Gerhana


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Asma' di muka.")




Bab Ke- 11: Orang yang Suka Memerdekakan Hamba Sahaya Ketika Ada Gerhana Matahari


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya hadits Asma' di muka.")




Bab Ke-12: Shalat Gerhana di Dalam Masjid


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya hadits Aisyah yang tercantum pada nomor 552 di muka.")




Bab Ke-13: Matahari (dan Juga Bulan) Tidak Gerhana karena Kematian atau Kehidupan Seseorang


Diriwayatkan oleh Abu Bakrah, Mughirah, Abu Musa, Ibnu Abbas, dan Umar radhiyallahu 'anhum.[11]




Bab Ke-14: Berzikir pada Waktu Terjadi Gerhana


Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas.[12]



555. Abu Musa berkata, "Terjadi gerhana matahari, lalu Nabi berdiri dengan terkejut, takut kiamat terjadi. Kemudian beliau datang ke masjid, lalu melakukan shalat dengan berdiri lama, ruku dan sujud yang pernah saya lihat yang beliau lakukan. Beliau bersabda, 'Tanda-tanda yang dikirimkan oleh Allah ini bukan karena meninggalnya seseorang. Tetapi, Allah menakut-nakuti hamba-Nya dengannya. Apabila kamu melihat sedikit saja darinya, maka berlindunglah dengan berzikir (ingat) kepada Allah, berdoa dan memohon ampunan-Nya.'"



Bab Ke-15: Berdoa pada Waktu Terjadi Gerhana


Dikatakan oleh Abu Musa dan Aisyah dari Nabi saw.[13]


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan hadits Mughirah yang tersebut pada nomor 550 di muka.")




Bab Ke-16: Ucapan Imam dalam Khutbah Gerhana dengan Mengatakan, "Amma Ba'du"


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan secara mu'allaq sebagian dari hadits Asma' yang maushul yang tersebut pada nomor 118.")




Bab Ke-17: Shalat pada Waktu Terjadi Gerhana Bulan


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Bakrah yang tersebut pada nomor 547 di muka.")




Bab Ke-18: Rakaat Pertama dalam Shalat Gerhana Itu Lebih Panjang


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Aisyah yang tercantum pada nomor 552.")




Bab Ke-19: Mengeraskan Suara Ketika Membaca dalam Shalat Gerhana.


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah tadi.")



--------------------------------------------------------------------------------

Catatan Kaki:



[1] Yakni laksanakanlah shalat dengan berjamaah.


[2] Hadits Aisyah di-maushul-kan pada bab sebelumnya, dan teks khotbahnya akan disebutkan di dalam hadits Aisyah di sini. Sedangkan, hadits Asma' telah disebutkan pada nomor 161 di muka.


[3] Yakni, dari mengantar jenazah. Dan yang menyebabkan beliau naik kendaraan itu ialah kematian putra beliau Ibrahim.



[4] Yakni, di rumah-rumah istri beliau saw., dan rumah-rumah itu menempel di masjid.


[5] Di-maushul-kan oleh Muslim di dalam Shahih-nya dari Katsir, dan Imam Bukhari me-maushul-kan hadits ini secara marfu darinya dari beberapa jalan lain dari Ibnu Abbas, dan akan disebutkan pada nomor 672.



[6] Di-maushul-kan oleh Imam Bukhari pada BAB-14.


[7] Di-maushul-kan oleh asy-Syafi'i dengan sanad sahih dari Ibnu Abbas.


[8] Al-Hafizh berkata, "Saya tidak menjumpainya yang maushul."


[9] AI-Hafizh berkata, "Boleh jadi ini merupakan kelanjutan dari riwayat Ali tersebut. Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkan yang semakna dengannya dari lbnu Umar."


[10] Dalam riwayat Muslim, "Kami melihat engkau menahan napas."


[11] Di-maushul-kan oleh Imam Bukhari. Hadits Abu Bakrah disebutkan pada nomor 547, hadits Mughirah pada nomor 550, hadits Abu Musa pada bab yang akan datang, hadits Ibnu Abbas pada nomor 554, dan hadits Ibnu Umar pada nomor 549. Dalam bab ini juga dibawakan hadits Abu Mas'ud yang tercantum pada nomor 548 dan hadits Aisyah yang tertera pada nomor 552, yang diriwayatkan juga di sini dengan isnadnya.


[12] Di-maushul-kan oleh Imam Bukhari pada hadits nomor 554 di muka dengan lafal, "Maka ingatlah kepada Allah."


[13] Hadits Abu Musa di-maushul-kan pada bab sebelumnya, dan hadits Aisyah disebutkan pada nomor 552 di muka.


Sumber: Ringkasan Shahih Bukhari - M. Nashiruddin Al-Albani - Gema Insani Press

Shalat Istisqa' Yakni Shalat Mohon Turunnya Hujan

Bab Ke-1: Shalat Istisqa' (Yakni Shalat Mohon Turunnya Hujan) dan Keluarnya Nabi untuk Mengerjakannya


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abdullah bin Zaid al-Anshari yang akan disebutkan pada nomor 537.")




Bab Ke-2: Doa Nabi, "Jadikanlah Tahun-Tahun Ini Membawa Bencana kepada Mereka Seperti Tahun-Tahun Paceklik di Zaman Nabi Yusuf."




Bab Ke-3: Orang-Orang Meminta kepada Imam Supaya Berdoa Memohon Turunnya Hujan di Saat Mereka dalam Keadaan Terputus dan Turunnya Hujan


535. Abdullah bin Dinar berkata, "Saya mendengar Ibnu Umar mempresentasikan syair Abu Thalib, 'Semoga awan putih disiramkan dengan pertolongan (Zat)-Nya. Untuk menolong anak-anak yatim dan melindungi janda janda.'"


Dari jalan yang mu'allaq[1] dari Ibnu Umar, ia berkata, "Barangkali saya ingat perkataan seorang penyair ketika saya melihat wajah Rasulullah memohon hujan, dan beliau tidak turun sehingga tiap-tiap saluran (selokan) mengalir, 'Semoga awan putih disiramkan (dijadikan hujan dengan pertolongan) Zat-Nya, untuk menolong anak-anak yatim dan melindungi para janda.' Syair itu adalah perkataan Abu Thalib."


536. Anas bin Malik mengatakan bahwa Umar ibnul-Khaththab r.a. apabila terjadi kemarau panjang, dia memohon hujan dengan wasilah (perantaraan) Abbas bin Abdul Muthalib, lalu Umar berkata, "Ya Allah, sesungguhnya kami dahulu membuat wasilah (perantaraan) dengan (doa) Nabi-Mu, kemudian Engkau turunkan hujan. Sesungguhnya kami (sekarang) berperantaraan dengan (doa) paman Nabi-Mu, maka berilah kami hujan." Anas berkata, "Lalu mereka diberi hujan."[2]




Bab Ke-4: Memindahkan atau Membalikkan Selendang di Waktu Mengerjakan Shalat Istisqa'


537. Abdullah bin Zaid (salah seorang sahabat Nabi saw. 2/20) mengatakan bahwa Nabi mengajak masyarakat pergi ke al-Mushalla (tanah lapang tempat shalat) untuk melakukan shalat istisqa'. Lalu, beliau berdoa kepada Allah sambil berdiri dan meminta hujan. Kemudian beliau menghadap kiblat dan memalingkan punggungnya kepada orang banyak. Beliau membalikkan selendangnya (menjadikan yang kanan di atas yang kiri), dan shalat mengimami kami dua rakaat dengan mengeraskan bacaannya dalam kedua rakaat itu. Lalu, mereka dituruni hujan." Abu Abdillah berkata, "Ibnu Uyainah berkata, 'Dia adalah seorang juru azan, tetapi anggapan ini keliru. Karena, dia ini adalah Abdullah bin Zaid bin Ashim al-Mazini, yang berlagak seperti kaum Anshar. (Dan yang pertama itu adalah orang Kufi, yaitu Ibnu Yazid).'"




Bab Ke-5: Istisqa' di Masjid Jami'


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas yang tertera pada nomor 497 di muka.")




Bab Ke-6: Istisqa' di dalam Khotbah Jumat Tanpa Menghadap ke Arah Kiblat


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas tadi.")




Bab Ke-7: Istisqa' di Mimbar


(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Anas tadi.")




Bab Ke-8: Orang yang Merasa Cukup Memohon Turunnya Hujan dengan Shalat Jumat


(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Anas tadi.")




Bab Ke-9: Berdoa Jika Jalan-Jalan Terputus karena Banyaknya Hujan yang Turun


(Saya katakan, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Anas tadi.")




Bab Ke-10: Apa yang Dikatakan bahwa Nabi Tidak Mengubah Posisi Selendangnya Sewaktu Memohon Hujan pada Hari Jumat


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Anas tadi.")




Bab Ke-11: Apabila Masyarakat Meminta Pertolongan kepada Imam Supaya Meminta Diturunkan Hujan buat Mereka, Maka Imam Jangan Sampai Menolak Permintaan Mereka Itu


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan sebagian dari hadits Anas tadi.")




Bab Ke-12: Apabila Orang-Orang Musyrik Meminta Pertolongan kepada Kaum Muslimin Ketika Terjadi Paceklik atau Kekurangan Makanan


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Mas'ud yang tercantum pada '65 AT-TAFSIR/20 - SURAH'.")




Bab Ke-13: Berdoa Apabila Hujan Terlampau Banyak, Supaya Mengucapkan "Hawaalaina Wa Laa 'Alainaa"


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas tadi.")




Bab Ke-14: Berdoa untuk Turunnya Hujan dengan Berdiri


537. Abu Ishaq berkata, "Abdullah bin Yazid al-Anshari keluar bersama Barra' bin Azib dan Zaid bin Arqam r.a. untuk mengerjakan shalat istisqa'. Abdullah bin Yazid berdiri bersama dengan kawan-kawannya itu di atas kedua kakinya tanpa mimbar. Lalu ia beristigfar. Kemudian mengerjakan shalat dua rakat dengan mengeraskan bacaannya, tanpa didahului azan dan iqamah." Abu Ishak berkata, "Abdullah bin Yazid mengetahui cara shalat istisqa' itu ketika shalat bersama Nabi."




Bab Ke-15: Mengeraskan Bacaan dalam Shalat Istisqa'


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abdullah bin Zaid yang tertera pada nomor 537.")




Bab Ke-16: Bagaimana Nabi Membalikkan Punggungnya dan Membelakangi Orang Banyak


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abdullah bin Zaid di atas.")




Bab Ke-17: Shalat Istisqa' Dua Rakaat


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abdullah bin Zaid tadi.")




Bab Ke-18: Memohon Hujan di Mushalla


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan hadits Abdullah bin Zaid tadi.")




Bab Ke-19: Menghadap Kiblat dalam Shalat Istisqa'


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abdullah bin Zaid tadi.")




Bab Ke-20: Orang-Orang Mengangkat Tangan Bersama Imam Ketika Berdoa di Dalam Shalat Istisqa'


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas yang akan disebutkan di bawah ini.")




Bab Ke-21: Imam Mengangkat Tangannya dalam Shalat Istisqa'


539. Anas bin Malik berkata, "Nabi tidak mengangkat kedua tangan beliau sedikit pun dalam berdoa kecuali pada shalat istisqa'. Sesungguhnya beliau mengangkat kedua tangannya sehingga tampak putih kedua ketiak beliau."




Bab Ke-22: Apa yang Diucapkan Apabila Hujan Turun


Ibnu Abbas berkata, "Lafal shayyib pada kashayyibin berarti hujan."[3] Dan yang lain berkata, "Kata itu berasal dari kata shaaba wa ashaaba yashuubu."


540. Aisyah mengatakan bahwa Nabi saw. apabila melihat hujan, beliau berdoa:







"Ya Allah, jadikanlah hujan yang bermanfaat"




Bab Ke-23: Orang yang Berhujan-Hujan Sehingga Airnya Menetes Ke Janggutnya


(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas yang tercantum pada nomor 497 di muka.")




Bab Ke-24: Apabila Angin Bertiup Kencang


541. Anas bin Malik berkata, "Apabila angin berembus kencang, maka hal itu diketahui pada wajah Nabi."




Bab Ke-25: Sabda Nabi, "Aku Diberi Pertolongan dengan Adanya Angin Timur"


542. Ibnu Abbas mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda, "Saya ditolong dengan angin timur, dan (kaum) Ad dibinasakan dengan angin barat."




Bab Ke-26: Apa yang Diucapkan Jika Terjadi Gempa Bumi dan Ayat-Ayat (Tanda Kekuasan) Allah


543. Abu Hurairah berkata, "Nabi bersabda, 'Tidak akan tiba hari kiamat sehingga ilmu pengetahuan (agama) dilenyapkan, banyak gempa bumi, masa saling berdekatan (semakin singkat), banyak timbul fitnah, banyak huru-hara yaitu pembunuhan, hingga harta benda melimpah ruah di antara kamu.'"


544. Ibnu Umar berkata, "Nabi berdoa, 'Ya Allah, berkahilah kami pada negeri Syam dan Yaman kami.' Mereka berkata, Terhadap Najd kami.'[4] Beliau berdoa, 'Ya Allah, berkahilah Syam dan Yaman kami.' Mereka berkata, 'Dan Najd kami.' Beliau berdoa, 'Ya Allah, berkahilah kami pada negeri Syam. Ya Allah, berkahilah kami pada negeri Yaman.' Maka, saya mengira beliau bersabda pada kali yang ketiga, 'Di sana terdapat kegoncangan-kegoncangan (gempa bumi), fitnah-fitnah, dan di sana pula munculnya tanduk setan.'"


545. Zaid bin Khalid al Juhani berkata, "Kami keluar bersama Rasulullah pada tahun Hudaibiah, lalu kami ditimpa hujan pada suatu malam. Kemudian (5/62) Rasulullah menunaikan shalat subuh bersama kami di Hudaibiah pada bekas hujan yang turun semalam. Ketika selesai, beliau menghadap orang banyak dengan wajahnya seraya bersabda, 'Apakah kalian tahu apa yang difirmankan Tuhan kalian?' Mereka berkata, 'Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.' Beliau bersabda, 'Allah berfirman, 'Di antara hamba-hamba Ku ada orang yang beriman kepada Ku dan ada yang orang kafir kepada-Ku. Adapun orang yang berkata, 'Telah diturunkan hujan kepada kami sebab anugerah dan rezeki Allah serta rahmat Nya,' maka orang yang berkata demikian adalah orang yang beriman kepada-Ku dan mengkufuri bintang. Ada pun orang yang mengatakan, 'Telah diturunkan hujan kepada kami karena bintang ini dan ini,' maka orang yang berkata begini adalah kafir terhadap Aku, dan beriman kepada bintang.'"




Bab Ke-27: Firman Allah, "Kamu (mengganti) rezeki yang Allah berikan dengan mendustakan (Allah)." (al-Waa'qiah: 82)


Ibnu Abbas berkata, "Yakni kamu mengganti syukurmu dengan mendustakan Allah."[5]





Bab Ke-28: Tiada Seorang Pun yang Mengetahui Kapan Datangnya Hujan Kecuali Allah


Abu Hurairah mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Ada lima perkara yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah."[6]


546. Ibnu Umar berkata, "Rasulullah bersabda, 'Kunci-kunci gaib ada lima, yang hanya diketahui oleh Allah. Yaitu, tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang akan terjadi besok (kecuali Allah 5/219). Tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang ada di dalam kandungan kecuali Allah. Tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang akan ia lakukan besok. Tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan turunnya hujan.'" (Dan tidak ada yang mengetahui kapan terjadinya hari kiamat kecuali Allah)[7] Dalam jalan (riwayat) lain: kemudian beliau membaca ayat, 'Sesungguhnya Allah, pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dialah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan, tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (5/193)



--------------------------------------------------------------------------------

Catatan Kaki:



[1] Di-mu'allaq-kan oleh penyusun pada Umar bin Hamzah, dan di-maushul-kan oleh Ahmad (2/93) dan lainnya, tetapi di dalamnya terdapat kelemahan. Al-Hafizh berkata, "Dia diperselisihkan tentang kekuatannya untuk dijadikan hujjah. Demikian juga Abdur Rahman bin Abdullah bin Dinar yang tersebut pada jalan yang maushul. Maka, saya menguatkan salah satu dari kedua jalan itu dengan jalan lain, dan ini termasuk contoh salah satu dari dua jalan yang sahih sebagaimana ditetapkan dalam ilmu hadits."


[2] Pada permulaan hadits terdapat tambahan yang penting pada riwayat al-Ismaili dengan isnad Bukhari hingga Anas, katanya, "Orang-orang ditimpa kekeringan pada masa Nabi, meminta hujan dengan doa beliau. Lalu, beliau memintakan mereka agar diturunkan hujan. Kemudian diturunkan hujan buat mereka. Maka, pada waktu pemerintahan Umar." Lalu Anas melanjutkan hadits itu. Yang dimaksud dengan permohonan hujan mereka kepada Nabi saw. ialah meminta kepada beliau agar mendoakan kepada Allah buat mereka agar Dia menurunkan hujan kepada mereka. Dengan alasan, lafal "Fayastasqii lahum", yakni memohonkan hujan kepada Allah untuk mereka, lalu Allah menurunkan hujan kepada mereka. Kisah Anas pada bab al-Jum'ah di muka merupakan contoh tindakan paling jelas yang menggambarkan hakikat permohonan hujan dan tawasul mereka kepada Nabi saw. untuk memintakan hujan. Demikian pula istisqa' Umar kepada Abbas, bukanlah berperantara minta hujan dengan zat Abbas, melainkan dengan doanya. Hal ini diperkuat oleh hadits Ibnu Abbas, "Umar meminta hujan di mushalla (tanah lapang tempat shalat), lalu ia berkata kepada Abbas, 'Berdirilah dan mintakan hujan. ' Lalu Abbas berdiri seraya mengucapkan, 'Ya Allah, sesungguhnya di sisi-Mu ada awan." Hingga akhir doa. Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq (4913) dengan isnad yang lemah, tetapi al-Hafizh diam saja, barangkali karena banyak syahid 'pendukungnya'. Kalau sudah jelas demikian, maka hadits ini tidak dapat dijadikan dalil untuk memperbolehkan bertawasul (berperantara) dengan orang yang sudah meninggal dunia (mayit). Karena, semua peristiwa di atas adalah merupakan tawasul dengan doa orang yang masih hidup, dan yang demikian ini tidak mungkin terjadi sesudah yang bersangkutan meninggal dunia. Inilah yang menyebabkan Umar bertawasul dengan Abbas (yang masih hidup), bukan dengan Nabi saw. (vang sudah wafat). Ini tidak termasuk bab bertawasul dengan orang yang kurang utama dengan adanya orang yang utama sebagaimana anggapan mereka. Dan yang memperkuat pendapat ini lagi ialah bahwa tidak ada seorang salaf pun yang bertawasul meminta hujan dengan zat Nabi saw. sesudah wafat beliau. Mereka hanya bertawasul meminta hujan dengan doa orang yang hidup, sebagaimana yang dilakukan oleh adh-Dhahhak bin Qais r.a. ketika ia meminta hujan dengan perantaraan Yazid bin Aswad al-Jarasyi pada zaman pemerintahan Muawiyah r.a.. Adapun apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah bahwa ada seorang laki-laki datang ke kubur Nabi saw, pada zaman pemerintahan Umar, lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, mintakanlah hujan untuk umatmu karena mereka telah binasa." Kemudian orang itu bermimpi, dan ia mendengar perkataan dalam mimpinya, "Datanglah kepada Umar." "Hingga akhir hadits, maka hadits ini tidak sah sanadnya. Berbeda dengan pemahaman sebagian mereka terhadap perkataan al-Hadits dalam al-Fath, "dengan isnad sahih dari riwayat Abu Shalih as-Samman dari Malikud-Dar", karena isnad yang sahih itu hanya sampai pada Abu Shalih. Sedangkan, sesudah itu tidak demikian. Karena, Malik ini sepengetahuan saya tidak ada seorang pun ahli hadits yang menganggapnya dapat dipercaya, dan Ibnu Abi Hatim memutihkannya (4/1/213). Dan orang yang meminta hujan itu pun tidak diketahui namanya, sehingga dia adalah majhul. Dan penyebutan Saif di dalam kitabnya al-Futuh bahwa orang itu bernama Bilal bin al-Harits al-Muzani salah seorang sahabat, sama sekali tidak dapat dipertanggungjawabkan. Karena Saif ini adalah Ibnu Umar at-Tamimi al-Asadi, dan adz-Dzahabi berkata, "Para ulama hadits meninggalkannya dan menuduhnya sebagai zinddiq."


[3] Di-maushul-kan oleh ath-Tbabari dengan sanad munqathi 'terputus' dari Ibnu Abbas.


[4] Yakni dengan diturunkan hujan di sana. Saya (al-Albani) berkata, "Lafal Najdina di situ maksudnya adalah negeri Irak kami, sebagaimana dijelaskan dalam beberapa riwayat yang sahih. Demikian pulalah penafsiran al-Khaththabi dan al-Asqalani sebagaimana telah saya jelaskan di dalam risalah saya Fadhaailusy Syam (halaman 9-10, hadits nomor 8). Berbeda dengan pendapat kebanyakan orang sekarang yang karena ketidaktahuannya, menganggap bahwa yang dimaksud dengan Najd adalah Najd yang terkenal itu. Juga menganggap bahwa hadits itu menunjuk kepada Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya. Semoga Allah menyucikan mereka, karena merekalah yang mengibarkan bendera tauhid di negeri Najd dan lain-lainnya. Mudah-mudahan Allah membalas mereka dengan balasan yang sebaik-baiknya atas usahanya memperjuangkan Islam."


[5] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur dengan sanad sahih dari Ibnu Abbas bahwa dia membaca, "Wa taj'aluuna syukrakum annakum tukadzdzibuun". Diriwayatkan dari Ibnu Abbas secara marfu, tetapi redaksinya menunjukkan penafsiran, bukan membaca ayat. Silakan periksa al-Fath.


[6] Di-maushul-kan oleh penyusun di muka dalam hadits pertanyaan Jibril tentang iman dan Islam (48).


[7] Dengan tambahan ini, maka urusan tersebut menjadi enam macam. Hal ini merupakan sesuatu yang rumit, dan bukan kerumitan pada asal-usulnya, karena pokok yang ketiga tidak disebutkan. Akan tetapi, keenam urusan ini dikompromikan dalam riwayat Ahmad (2/52) untuk menegaskan kemusykilannya. Karena itu, ada kemungkinan urusan atau pokok masalah yang pertama ini merupakan sesuatu yang syadz 'ganjil' karena tidak disebutkan di dalam ayat tersebut, dan tidak disebutkan dalam kebanyakan riwayat hadits pada penyusun (Imam Bukhari) dan Imam Ahmad (2/24,58,122). Wallahu a'lam.


Sumber: Ringkasan Shahih Bukhari - M. Nashiruddin Al-Albani - Gema Insani Press
 
back to top